Jumat, 05 September 2008

Polip Nasi

POLIP NASI

PENDAHULUAN

Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah anggur yang turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani “poly-pous” yang berarti berkaki banyak. Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks osteomeatal di meatus nasi medius berupa massa lunak yang mengandung banyak cairan, bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan multiple. Polip nasi juga merupakan kantung dari edema mukosa dan kebanyakan berasal dari mukosa sinus ethmoid.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Polip nasi lebih banyak ditemukan pada penderita asma nonalergi (13%) dibanding penderita asma alergi (5%). Polip nasi terutama ditemukan pada usia dewasa dan lebih sering pada laki – laki, dimana rasio antara laki – laki dan perempuan 2:1 atau 3:1. Penyakit ini ditemukan pada seluruh kelompok ras.

ETIOPATOGENESIS

Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga factor yang berperan dalam terjadinya polip yaitu :

  1. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang
  2. Gangguan keseimbangan vasomotor
  3. Edema, dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tenpat yang sempit akan menimbulkan tekanan negative pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negative ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks osteomeatal di meatus medius.

Mula – mula ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini terus berlanjut, mukosa yang sembab ini akan semakin besar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Pembentukan polip sering juga dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bernsteis, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permuksaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan ketidakseimbangan saraf vasomotor menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskuler yang mengakibatkan dilepaskan sitokin dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan lama – kelamaan menjadi polip.

GAMBARAN MIKROSKOPIK

Secara mikroskopik, tampak epitel dari polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel –selnya terdiri limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sedikit sel – sel goblet. Pembuluh darah sangat sedikit dan tidak mempunyai serabut saraf. Polip yang sudah dapat mengalami metaplasi epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik, gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

GEJALA KLINIS

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.

Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerahan di cavum nasi. Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya

POLIP

KONKA POLIPOID

Bertangkai

Mudah digerakkan

Konsistensi lunak

Tidak nyeri tekan

Tidak mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecil

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil dengan vasokonstriktor

DIAGNOSA

Diagnosa polip nasi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.

v Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah obstruksi nasi mulai dari yang ringan sampai berat, rhinore yang jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia. Dapat juga disertai bersin – bersin, rasa nyeri pada hidung dan sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai dengan infeksi sekunder, didapatkan post nasal drips dan rhinore purulen. Gejala lain yang dapat timbul adalah bernapas melalui mulut, rinolalia, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi aspirin dan alergi obat lainnya.

v Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, polip nasi terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus nasi medius dan mudah digerakkan.

Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:

Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus

Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.

Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung

Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hamper seluruh rongga hidung.

v Pemeriksaan penunjang

Tes Alergi

Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.

Naso-endoskopi

Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang – kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.

Radiologik

Radiologi dengan posisi Water’s dapat menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi. CT scan koronal dari sinus paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang.

PENATALAKSANAAN

Ada tiga macam penangana polip nasi yaitu :

- Cara konservatif

- Cara operatif

- Kombinasi keduanya.

Cara konservatif atau menggunakan obat – obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang merupakan satu – satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.

Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido-









sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus.




PROGNOSIS

Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa maupun pembedahan.

Tidak ada komentar: