Minggu, 17 Agustus 2008

FROM : CHICKEN SOUP FOR THE TEENAGE SOUL III

Cinta berarti masing – masing orang bebas mengikuti kata hatinya sendiri. (Melody Beattie).

Ujian karakter yang sejati bukanlah beberapa banyak yang kita ketahui dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu harus melakukan apa. (John Holt)

Tapi, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk bersikap baik dan sangat mencintaimu karena dirimu seutuhnya tanpa berharap terlalu banyak darimu. (Sarah Bercot@Cowokku sayang)

Aku tidak takut badai, karena aku sedang belajar mengemudi kapalku. (Hellen Keller)

Kau akan menyadari ketika meneliti kembali hidupmu bahwa saat-saat dimana kau benar-benar hidup adalah saat-saat ketika kamu telah melakukan sesuatu dengan semangat cinta. (Henry Drummond)

Esok adalah hari baru, dan aku bisa yakin pasti ada hal – hal baru untuk dipelajari. (Julia Travis@Pengalaman adalah Guru)

Meski tidak mendapat tanggapan yang kuharapkan, aku sudah mendapat sebuah pelajaran berharga; kau tidak bisa membuat seseorang mencintaimu. Kau hanya bisa membuat dirimu sendiri menjadi seseorang yang bisa dicintai. (Derek Gamba@Pemakaman mawarku)

Cinta kadang ajaib. Tapi keajaiban kadang ….. hanya ilusi. (Javan)

Kemarin, aku sadar bahwa bahkan cinta yang sempurna sekalipun tidak bisa melindungi seseorang dari dirinya sendiri. Dan kadang, hal terbaik yang bisa kau lakukan untuk seseorang yang sangat kau cintai adalah melepaskannya. (Andrea Barkoukis@Aku harus melepaskannya)

Yang tersulit adalah belajar menjadi mata air alami kasih sayang dan bukan menjadi sumber air buatan, untuk menunjukkan bahwa kita mencintai mereka bukan ketika kita ingin melakukannya, tapi ketika mereka ingin mencintai kita. (Nan fairbother)

Teman-temanku selalu memperingatkan aku supaya jangan pernah berkencan dengan sahabatmu, bahwa kau akan merusak persahabatanmu dan hubungan kalian takkan pernah bisa sama seperti dulu. Yang aku tahu cinta itu misterius, indah dan seringkali sangat tidak terduga. (Rebecca woolf@ksatriaku di atas kuda putihnya)

Jalani hidupmu dengan setulus hati. Berbagilah dengan setulus hati. Dan cintamu akan meyentuh serta menyembuhkan jiwa manusia. (melody beattie)

Percayalah hidup layak dijalani dan keyakinanmu akan membantu mewujudkannya. (William james)

Jalan ke rumah seorang teman tak pernah jauh. (Pepatah Denmark)

Teman adalah harta karun (Honace Bruns)

Teman adalah seseorang yang mengenalmu dan tetap mencintaimu. (Elbert Hubbard)

Teman yang jahat dan tidak tulus harus lebih ditakuti daripada binatang buas. Binatang buas bisa melukai tubuhmu, tapi teman yang jahat bisa melukai jiwamu. (Buddha)

Seandainya mereka mau menerimaku apa adanya. (Vincent van Gogh)

Kau bisa memberi tanpa mencintai, tapi kau tak bisa mencintai tanpa memberi (Ami Carmichael)

Jika kau tidak bisa membalas kebaikan seseorang, alihkan kepada orang lain. (Louise Brown)

Aku tak pernah lagi melukai seseorang demi keuntunganku sendiri. (Lynne Zielinski@Mary Lou)

Apa yang kita lakukan untuk diri sendiri mati bersama kita. Apa yang kita lakukan untuk orang lain dan dunia akan tetap hidup serta kekal. (Albert Pine)

Bersikaplah jujur, lembut dan selalu memaafkan. Rayakan kegagalan dengan satu lagi upaya. Air mata adalah cara hati memberi pelipur lara. Belajarlah dari penderitaanmu, untuk membantumu bijaksana. Yang terutama, ingatlah bahwa cinta tidak pernah sirna. Ingat semua wajah yang membantu menerangi perjalananmu. Ucapkan terima kasih atas cinta mereka dan ingatlah hari ini selalu. (Tom Witte@Puisi:Pesan untuk Ben)

Rabu, 13 Agustus 2008

Moms know Best

Saying I Love You
Chicken Soup for the Soul: Moms Know Best

LindaCarol Cherken


When I was a new mommy, I invented a quiet little signal, two quick hand squeezes, that grew into our family’s secret “I love you.”

Long before she could debate the merits of pierced ears or the need to shave her legs, my daughter, Carolyn, would toddle next to me clasping my finger for that much-needed support to keep her from falling down.


Whether we were casually walking in the park or scurrying on our way to playgroup, if Carolyn’s tiny hand was in mine, I would tenderly squeeze it twice and whisper, “I love you.” Children love secrets, and little Carolyn was no exception. So, this double hand squeeze became our special secret. I didn’t do it all the time - - just every so often when I wanted to send a quiet message of “I love you” to her from me.

The years flew by, and Carolyn started school. She was a big girl now, so there was no need for little secret signals anymore... or so I thought.

It was the morning of her kindergarten class show. Her class was to perform their skit before the entire Lower School, which would be a daunting experience. The big kids - - all the way to sixth grade - - would be sitting in the audience. Carolyn was nervous, as were all her little classmates.

As proud family and friends filed into the auditorium to take their seats behind the students, I saw Carolyn sitting nervously with her classmates. I wanted to reassure her, but I knew that anything I said would run the risk of making her feel uncomfortable.

Then I remembered our secret signal. I left my seat and walked over to her. Carolyn’s big brown eyes watched each of my steps as I inched closer. I said not a word, but leaned over and took her hand and squeezed it twice. Her eyes met mine, and I immediately knew that she recognized the message. She instantly returned the gesture giving my hand two quick squeezes in reply. We smiled at each other, and I took my seat and watched my confident little girl, and her class, perform beautifully.

Carolyn grew up and our family welcomed two younger brothers, Bryan and Christian. Through the years, I got more experienced at the mothering game, but I never abandoned the secret “I love you” hand squeeze.

Whether the boys were running on the soccer field for a big game or jumping out of the car on the day of a final exam, I always had the secret hand squeeze to send them my message of love and support. I learned that when over-sentimental words from parents are guaranteed to make kids feel ill at ease, this quiet signal was always appreciated and welcomed.

Three years ago, my daughter married a wonderful guy. Before the ceremony, while we were standing at the back of the church waiting to march down the aisle, I could hardly look at my little girl, now all grown up and wearing her grandmother’s wedding veil, for fear of crying.

There was so much I wanted to say to her. I wanted to tell her how proud of her I was. I wanted to tell her that I treasured being her mom, and I looked forward to all the future had in store for her. However, most important, I wanted to tell her that I loved her. But I was positive that if I said even one word, Carolyn and I would both dissolve into tears.

Then I remembered it - - our secret signal. I left my place and walked back to Carolyn. As the organist began to play Ode to Joy, I took Carolyn’s hand and quickly squeezed it twice. Our eyes met, and she returned the signal.

There were no tears, there were no words exchanged, just a secret “I love you” that I created one sunny afternoon, when I was a new mother.

I am no longer a new mother... but a new grandmother. Today, I was strolling with my little grandson, Jake. His tiny hand was holding on to my finger, and I couldn’t help remembering his mother’s hand in mine over thirty years ago. As we walked, I gave his hand two quick squeezes and whispered, “I love you.” He looked up and smiled.

Reprinted by permission of LindaCarol Cherken (c) 2004.

Sabtu, 09 Agustus 2008

TB Paru-anak

TB PARU


PENDAHULUAN

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan,, pencegahan serta TB pada infeksi HIV. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti oleh overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam (BTA) positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada TB dewasa. Akibatnya penanggulangan TB anak kurang diperhatikan. 1


INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990 yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV dan pertumbuhan populasi yang cepat.

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India dan Cina. Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak di bawah umur 15 tahun. Menurut WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.1-3

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, adanya infeksi HIV, migrasi penduduk, pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta meningkatnya kemiskinan.

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak.. Faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).

Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.

Faktor risiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.

Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu mengalami sakit TB. Faktor yang menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB antara lain usia. Anak usia kurang dari 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Faktor risiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompresi (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, DM).1,4-6


ETIOLOGI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit.

Mycobacterium tuberculosis mengandung zat rganik dan anorganik. Protein (tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid (tuberculolipid) merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk tuberkel). Lipid bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman akan menyebabkan kuman menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman bersifat sebagai hapten yang dianggap berperan dalam merangsang tubuh untuk membentuk suatu kekebalan.3,4,6,8


PATOGENESIS 1-8

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar limfe paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, limfadenitis dan limfangitis.

Masa inkubasi TB berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan jangka waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai 103-104 yakni jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler.

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yakni timbulnya respons positif terhdap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer tersebut, imunitas seluler tubuh terhdap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang baru masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer ini dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggal rongga di jaringan paru (cavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, dan bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal dan paru, terutama apeks paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.



DIAGNOSIS

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal yaitu sedikitnya kuman dan sulitnya pengambilan spesimen atau sputum.

Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif dan foto paru yang mengarah pada TB merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah menderita TB.1-8


Manifestasi Klinis1,3,,4,6-8

Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman tergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sdangkan faktor pejamu tergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi.

Gejala umum atau nonspesifik pada TB anak adalah sebagai berikut :

  1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.

  2. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh berat badan tidak naik dengan adekuat

  3. Demam lama ( 2 minggu) dan/ atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama.

  4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel.

  5. Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan. Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat pada parenkim paru yang tidak mempunyai reseptor batuk. Gejala batuk kronik TB paru anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang.

  6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.


Manifestasi klinis yang spesifik tergantung pada organ yang terkena misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat, tulang dan kulit.1,4,7,8

Gejala spesifik sesuai dengan organ yang terkena adalah sebagai berikut

  1. TB kelenjar (Secara klinis, kelenjar yang terkena biasanya multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan saling melekat)

  2. TB otak dan saraf

    • Meningitis TB

    • Tuberkuloma otak

Gejala klinis biasanya berhubungan dengan gangguan sarak cranial, nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang.

  1. TB tulang dan sendi

    • Tulang punggung (spondilitis) : gibbus

    • Tulang panggul (koksitis) : pincang

    • Tulang lutut (gonitis) : pincang dan/ atau bengkak

    • Tulang kaki dan tangan

    • Spina ventosa (daktilis)

Dengan gejala berupa pembengkakan sendi, gibbus, pincang, sulit membungkuk dan lumpuh.

  1. TB kulit : skrofuloderma

  2. TB mata

      • Konjungtivitis fliktenularis

      • Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

  1. TB organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal


Pemeriksaan Penunjang1,4,5,7,8

  1. Uji Tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB akan memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan.

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan penyuntikkan intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Yang diukur adalah indurasi yang timbul bukan hiperemi. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan oleh infeksi M.atipik dan BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini jika perlu diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian. Diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG pasien.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan berikut :

      • infeksi TB alamiah

      • imunisasi BCG (infeksi TB buatan)

      • infeksi micobakterium atipik/M.leprae

Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut :

      • tidak ada infeksi TB

      • dalam masa inkubasi infeksi TB

      • anergi, yaitu keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Misalnya pada keadaan gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, penyakit campak, pertusis, varisela, influenza yang berat serta pemberian vaksin dengan vaksin virus hidup.

  1. Radiologis1-4,6

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut :

    • Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat

    • Konsolidasi segmental/lobar

    • Milier

    • Kalsifikasi

    • Atelektasis

    • Kavitas

    • Efusi pleura

Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral.

  1. Bakteriologis

Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberculosis.


Penegakkan Diagnosis

Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnosis

Tabel Sistem Skoring diagnosis tuberculosis anak

Parameter

0

1

2

3

Kontak TB

Tidak jelas

Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu

Kavitas (+) BTA tidak jelas

BTA (+)

Uji tuberkulin

negatif



Positif ( 10 mm, atau 5 mm pada keadaan imunosupresi

Berat badan/keadaan gizi


BB/TB <90%>

Klinis gizi buruk atau BB/TB <70%>


Demam tanpa sebab jelas


2 minggu



Batuk


3 minggu



Pembesaran kel.limfe kolli, aksila, inguinal


1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri



Pembengkakan tulang/sendi, panggul, lutut, tulang


Ada pembengkakan



Foto rontgen Thoraks

Normal/ tidak jelas

Infiltrat

Pembesaran kelenjar

Konsolidasi segmental/lobar

atelektasis


Kalsifikasi + infiltrat

Pembesaran kelenjar + infiltrat


Catatan:

  • Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

  • Bila dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis tuberkulosis.

  • Berat badan dinilai saat datang (moment opname.)

  • Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku Puskesmas.

  • Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.

  • Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

  • Didiagnosis TB bila jumlah skor > 6, (skor maksimal 14) Cut off point ini masih bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang dilaksanakan.



PENATALAKSANAAN 1-8

Prinsip dasar pengobatan TB anak tidak berbeda dengan TB dewasa, tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian :

  1. Susunan paduan obat TB anak adalah 2HRZ-4HR. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) dalam 2 bulan. Tahap lanjutan terdiri dari isoniazid (H) dan rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari.

  2. Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari bukan 2 kali perminggu.

  3. Dosis obat yang diberikan harus disesuaikan dengan BB anak. Diupayakan menggunakan obat tablet dengan dosis yang telah ada di pasaran.

  4. Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (Rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan.

  5. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka waktu yang sama.



Nama Obat


Dosis harian

(mg/Kg BB/hari)


Dosis maksimal (mg per hari)


Efek samping


Isoniazid


5 – 15*



300


Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitis


Rifampisin


10 – 20



600


Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan

Pirazinamid

15 – 30


2000

Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal

Etambutol

15 – 20


1250

Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin

15 – 40


1000

Ototoksik, nefrotoksik

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg BB/hari.

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin.



PENCEGAHAN 1,3-7

  • Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerinn)

Pemberian vaksin BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang virulen. Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan oada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes tuberculin.

  • Kemoprofilaksis

Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak tuberkulosis dan uji tuberculin masih negatif yang berarti masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan konversi uji tuberkulin tanpa kelainan radiologis paru.



KOMPLIKASI 3

Komplikasi yang dapat timbul antara lain :

  • TB milier

  • Meningitis TB

  • Efusi pleura

  • Pneumotoraks

  • Bronkiektasis

  • Atelektasis


PROGNOSIS 6

Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional tuberculosis anak. Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2005.

  2. Purdy K. Tuberculosis. In: Osborn, Dewitz, editors. Pediatrics. 1st ed. Philadelphia:Elsevier;2005. p.811-18.

  3. Herchline T. Tuberculosis. [Online]. 2007 Jan 8 [cited 2007 Sept 10];[15 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com

  4. BIKA FK UH RSUP dr.WSH Makassar. Diktat Anak : Pulmonologi. Makassar

  5. Price SA. Tuberkulosis paru-paru. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: Penerbitan Buku Kedokteran EGC; hal. 753-63.

  6. Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak FKUI;1985.

  7. Mansjoer A. Pulmologi anak. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aeculapius;2000; hal.459.

  8. Tuberkulosis. [Online]. [cited 2007 Sept 10];[5 screens]. Available from: URL:http://www.infeksi.com









Intoksikasi Herbisida_2,4D

INTOKSIKASI HERBISIDA

(2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid)


PENDAHULUAN

Kasus keracunan akut merupakan kasus emergensi di unit gawat darurat rumah sakit yang memerlukan tindakan segera, adekuat, dan menyeluruh dalam penanganannya. Klinisi harus dapat dengan segera mengenali dan menentukan penyebab keracunan, guna melakukan tindakan yang cepat dan tepat terhadap penderita sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin. Keberhasilan tindakan tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis penyebab keracunan, derajat keracunan, serta cepat atau lambatnya korban dibawa ke rumah sakit. Pada umumnya, kasus keracunan akut adalah untuk tujuan suicide, namun akhir-akhir ini acapkalii ditemukan kasus dengan over dosis obat-obatan, di samping akibat kecelakaan/accidental. Selama ini, kasus keracunan akut didominasi oleh zat insektisida dan herbisida.(1)

Definisi dari pestisida, ”pest” artinya hama, sedangkan ”cide” berarti membunuh, sering disebut ”Pest Killing Agent”. Pestisida merupakan senyawa kimia yang umumnya bersifat racun, digunakan untuk membasmi jasad pengganggu tanaman, baik hama, penyakit maupun gulma atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur dan mengendalikan tumbuhan. Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan, merupakan aplikasi dari suatu teknologi yang pada saat itu, diharapkan teknologi ini dapat membantu meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan ekonomis. Namun, pestisida dengan intensitas pemakaian yang tinggi, dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap musim tanam akan menyebabkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian dan perairan, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia dan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Manusia akan mengalami keracunan, baik akut maupun kronis yang berdampak pada kematian. Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berdasarkan organisme targetnya, pestisida dibagi atas insektisida, herbisida, fungisida, algasida, bakterisida, rodentisida, Molusksisida, dan akarisida.(2)

Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini.(3)

Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.(3)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umar Zein dan kawan – kawan di Bagian Penyakit Dalam RS H. Adam Malik Medan selama periode Januari 1999 sampai Desember 2000, diperoleh gambaran bahwa herbisida merupakan jenis racun yang paling banyak menyebabkan kematian pada penelitian tersebut. Dari 14 keracunan herbisida, didapati 6 penderita meninggal dunia (42,86%).(1)

Jenis – Jenis Herbisida(4,5)

Jenis-jenis herbisida yang digunakan yaitu :

  1. Senyawa Chlorophenoxy

Herbisida chlorophenoxy adalah asam organik terklorinasi. Senyawa Chlorophenoxy meniru kerja dari auksin, yaitu hormon yang menstimulasi pertumbuhan. Senyawa ini merupakan herbisida selektif karena hanya membasmi gulma (tanaman pengganggu) dan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Senyawa Chlorophenoxy disebut juga “Agent Orange”. Karena senyawa ini pernah digunakan dalam Perang Vietnam.6 Yang termasuk dalam kelompok ini adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D); 2,4,5-trichlorophenoxyacetic acid (2,4,5-T), dan 2-methyl-4-chlorophenoxyacetic acid. Dalam referat ini akan dibahas 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).

  1. Derivat Bypiridil

Yang termasuk dalam bypiridil adalah Paraquat (C12H14N2) dan Diquat (C12H12N2). Paraquat masih dipakai di 130 negara dan merupakan herbisida yang paling toksik.

  1. Chloroacetanilides

Alachlor, acetochlor, amidochlor, butachlor, metalaxyl, metolachlor dan propachlor mengontrol pertumbuhan rumput dan tanaman liar lainnya dengan mempengaruhi sintesis protein. Semua agent ini menunjukkan aktivitas mutagenik melalui proses metabolik.

  1. Phosponomethyl amino acids

N-Phosphonomethyl glycine dan N-phosphonomethyl homoalanine merupakan herbisida non selektif spectrum luas yang digunakan sebagai herbisida pascatumbuh. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Glyphosate dan Glufosinate.

MEKANISME KERJA HERBISIDA(5)

Table di bawah ini menunjukkan mekanisme kerja dari beberapa jenis herbisida pada tanaman.

Mekanisme Kerja

Bahan Kimia

Menghambat fotosintesis dengan memblokade transport electron

Acylanilides, Pyridazone,

Menghambat respirasi dengan memblok transfer elektron dari NADPH atau memblok transfer elektron dari ADP menjadi bentuk ATP

Dinitrophenols, Halophenols

Menstimulasi pertumbuhan “auksin”

Aryloxyalkylcarboxylic acids, Benzoic acids

Menghambat inti sel dan sel

Alkyl N-arylcarbamates

Menghambat sintesis protein

Dinitroanilines

Menghambat sistesis lemak

S-alkyl dialkylcarbamodithioates. Aliphatic chlorocarboxylic acids

Menghambat sintesis acetolase

Sulfonylureas. Triazolopyrimidines

Menghambat proses oksidase protoporpirinogen

Diphenyl ethers, Heterocyclic phenyl ethers

Menghambat sintesa glutamine

Glufosinate

Menghambat sintesa enolpyruvylshikimate 3 phosphate

Glyphosate



2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)

2,4-Dichlorophenoxyacetic acid merupakan salah satu jenis herbisida chlorophenoxy yang digunakan untuk membunuh tanaman perusak. Efek dari 2,4-D pertama kali dilaporkan pada tahun 1941. Pada produk 2,4-D diberi label “Danger” karena kemampuan dari herbisida tersebut yang menyebabkan iritasi berat pada mata dan kulit.(4) Penggunaan 2,4-D sebagai herbisida merupakan ketiga terbanyak di Amerika Utara. 2,4-D dibuat selama Perang Dunia II oleh Negara Inggris pada Eksperimental Rothamsted, di bawah pimpinan Judah Hirsch Quastel, dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pangan pada Negara tersebut pada saat terjadi perang. Tahun 1946, 2,4-D mulai diperdagangkan.(6)

Struktur kimia dari 2,4-D : (6)


Karakteristik dari 2,4-D antara lain : (6,7)

  • Rumus molekul : C8H6Cl2O3

  • Molar mass : 221.04 g/mol

  • Bentuk : kristal/bubuk dari warna putih sampai kuning

  • Titik lebur : 140.5 °C (413.5 K)

  • Titik didih (pada 0,4 mmHg) : 160 °C (320°F)

  • Spesifik gravity(BJ larutan : BJ air) : 1,56 – 1,57

  • Tekanan uap pada suhu 20°C (68°F) : 0 mmHg

  • Kelarutan : larut dalam air, alcohol dan zat organic lainnya.

  • Komposisi : amine salts dan ester

  • Beberapa nama dagang : Aherba-2,4-D; Agriben; Agrotect; Amidox,2,4-D Amine, Dinoxol, Esteron 99 concentrate. Esteron 44 Weed Killer; 2,4-D amine, Weedone 638.

TOKSISITAS

Kategori Toksisitas Herbisida (8)

Kategori Toksisitas

Label

Efek pada Kulit

LD50 oral akut(mg/kg)

LD50 dermal akut(mg/kg)

LC50*inhalasi akut(mg/L)

  1. Berat

Danger–Poison

Corrosive


50

200

0.2


  1. Sedang

Warning

severe irritation

at 72 hours

50 – 500

200–2,000


0.2– 2


  1. Ringan

Caution

moderate irritation

at 72 hours

500 – 5000

2,000–20,000


2–20


  1. Sangat Ringan

Caution

mild irritation at

72 hours

> 5,000

> 2,0000

> 20

*LC50 = concentration of pesticide, in milligrams per liter of air space, required to kill 50 percent of a test population.


Berdasarkan The U.S. Occupational Safety and Administration (OSHA), batas paparan 2,4-D yang diperbolehkan secara inhalasi (permissible exposure limit PEL) adalah 10 mg/m3. Berdasarkan The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), batas paparan yang dianjurkan adalah 10 mg/m3.(4,7) WHO mengategorikan toksisitas 2,4-D ke dalam kategori II yaitu Bahaya Sedang dengan dosis lethal 2,4-D yaitu 500 mg/m3.(9)

Konsentrasi chlorophenoxy dalam plasma yang dilaporkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran adalah 80 mg/L sampai lebih dari 1000 mg/L sedangkan konsentrasi yang lebih dari 500 mg/L bisa menyebabkan keracunan yang berat. Tetapi kematian yang terjadi pada dua pasien dengan konsentrasi dalam darah sekitar 180 mg/L dan 230 mg/L. Sedangkan pada konsentrasi kurang dari 100 mg/L sudah dapat menyebabkan gangguan pada otot (myotonia).(10)

Berikut ini adalah beberapa dosis lethal dari 2,4-D pada hewan : (11)









TOKSIKOKINETIK DAN TOKSIKODINAMIK

Paparan terhadap 2,4-D dapat terjadi secara inhalasi, oral, kulit dan mata.(7) Absorbsi 2,4-D akan terjadi secara cepat dan lengkap. 2,4-D didistribusi ke ginjal, hati, traktus gastrointestinal dan sistem saraf pusat dan perifer. Senyawa chlorophenoxy sangat mudah diabsorbsi pada traktus gastrointestinal. Tetapi kurang diabsorbsi baik oleh paru – paru. Kontak pada kulit terjadi secara minimal, karena tidak mutlak bisa tersimpan dalam jaringan lemak. Pada manusia, semua 2,4-D dosis oral akan diabsorbsi dalam waktu 24 jam. Peningkatan konsentrasi plasma dalam tubuh terjadi antara 4 sampai 24 jam. Ekskresi 2,4-D semuanya melalui urin. Sebagian dari senyawa asam mengalami konjugasi, tetapi biotransformasinya dalam tubuh masih terbatas.(4,12)


PATOFISIOLOGI

Herbisida chlorophenoxy merupakan jenis herbisida asam organik yang terklorinisasi dimana bisa berikatan lagi dengan satu hingga tiga atom klor sehingga dapat menghasilkan suatu herbisida yang aktif. Sebagaimana kita tahu bahwa herbisida mempunyai sifat yang selektif dikarenakan hanya membasmi gulma tanpa membahayakan tanaman.(4)

Pada tanaman sendiri, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid meregulasi pertumbuhan tanaman dengan bekerja sintetik sebagai auksin, suatu hormon pertumbuhan yang dimiliki untuk bertumbuh dan berkembang, sehingga menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat dan akhirnya mengganggu transpor nutrisi dan menyebabkan kerusakan atau kematian pada tanaman itu sendiri.(4)

Secara in vivo, komposisi chlorophenoxy berhubungan dengan kecepatan hidrolisa, oleh karena itu masing-masing komposisi bergantung pada bentuk asam dari pestisida. Herbisida berikatan kuat dengan serum albumin menambah panjang rantai asam dan meningkatkan pergantian ikatan asam aromatik. Mekanisme toksisitas dari herbisida chlorophenoxy belum dapat dijelaskan secara utuh. Tetapi melalui studi eksperimental mengindikasikan keterlibatan beberapa komponen sel yaitu dengan mekanisme sebagai berikut : (10,13)

  1. Berhubungan dengan kerusakan membran plasma.

  2. Hambatan pada jalur metabolisme seluler melibatkan asetilkoenzim A (asetil-CoA).

  3. Terganggunya proses fosforilasi oksidase dikuti dengan kerusakan membran intraseluler.

Gangguan proses fosforilase oksidatif merupakan komponen yang penting yang dapat menyebabkan kematian pada pasien yang mendapat paparan lama dari herbisida chlorophenoxy. Herbisida chlorophenoxy sendiri menyebabkan tidak berlangsungnya proses fosforilasi in vitro dengan mekanisme yang belum jelas. Proses dimana kebutuhan oksigen dan produksi energi meningkat diluar proporsi dari pembentukan ATP. Mungkin hal itu disebabkan karena faktor ekstrinsik seperti bahan-bahan kimia atau obat-obat yang bisa merusak fungsi mitokondria. Pada awalnya, hal ini menyebabkan peningkatan respirasi mitokondria sampai pada menurunnya jumlah ATP yang dibutuhkan untuk fungsi sel termasuk transport pompa aktif seperti Na-K ATPase. Yang kemudian menghilangkan ion sel dan mengganggu regulasi volume, dimana jika ATP tidak disediakan dengan cukup akan menyebabkan terjadinya kematian sel yang ireversibel.

  1. Pada konsentrasi chlorophenoxy yang tinggi, dapat menyebabkan kerusakan membran sel eritrosit dimana pada pemeriksaan mikroskop electron memperlihatkan perubahan bentuk sel eritrosit menjadi bentuk bundel (echinocyte) dengan konfigurasi beberapa spinula di sekitarnya.

  2. Kelainan pada sistem saraf pusat akibat adanya gangguan pada sawar darah otak dimana dibuktikan dengan ditemukannya serum albumin dan IgG pada otak) yang disebabkan karena akumulasi herbisida pada sistem saraf pusat.

  3. Herbisida chlorophenoxy juga mengganggu mekanisme pemindahan sel membran, salah satunya pemindahan anion organic pada pleksus koroideus dari otak ke pembuluh darah. Ditandai dengan ditemukannnya akumulasi neurotransmiter dopamin dan serotonin.

  4. 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid menyebabkan hambatan pada ion channel yaitu gangguan transport Ca2+ sehingga terjadi aktivasi terus menerus dan ireversibel sistem aktin miosin dan degenerasi miofibril.

  5. Akibat peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler pada hati disertai dengan pengurangan jumlah sel protektif hati seperti glutation dan protein thiol, terjadi gangguan peroksidae lipid di hati.

  6. Chlorophenoxy beserta analognya juga dapat menghambat agregasi platelet dan produksi tromboksan, dimana mekanisme ini menjelaskan tentang bagaimana terjadinya koagulopati pembuluh darah.


GEJALA KLINIK(4)

Paparan secara akut

Gejala klinik pada sistem gastrointestinal apabila ditelan seperti mual, nyeri perut, hipermotilitas saluran gastrointestinal dan diare (kadang-kadang disertai darah). Senyawa ini mempunyai efek iritasi terhadap membran mukosa. Peningkatan enzim hepatic bisa terjadi seperti dehidrogenasi lactase dan aspartat aminotransferase (AST). Pada dosis yang tinggi dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal dan neurologic. Gejala klinik pada sistem musculoskeletal seperti kaku pada kaki, kedutan dan spasme otot, fibrilasi otot bahkan rabdomiolisis. Pada sistem saraf pusat dapat terjadi depresi sistem saraf pusat, ataksia, miosis dan paralisis yang dapat berujung pada koma. Pada sistem kardiovaskular dapat ditemukan takikardi dan disritmia jantung. Pada studi kasus pasien yang mengalami overdosis, 7 dari 27 orang mengalami hipotensi. Pada paru-paru ditemukan hiperventilasi dan edema paru-paru.

Pada ginjal apabila terdapat kerusakan glomerulus atau tubulus ginjal dapat menyebabkan albuminuria dan hemoglobinuria. Asidosis metabolic juga dilaporkan pada beberapa kasus. Kematian biasa dihubungan dengan adanya kolaps pembuluh darah perifer. Target organ adalah sistem saraf pusat dan kardiovaskuler. Pada pemeriksaan elektrokardiografi, didapatkan gambaran yang abnormal, dimana ditemukan gelombang T yang datar.


Paparan secara kronik

Gejala yang dapat ditimbulkan akibat paparan kronik herbisida chlorophenoxy.

adalah disfungsi hati dan neurotoksisitas. Dimana kelainan pada fungsi hati yang dapat ditemukan seperti porfiria yang pernah dilaporkan pada kasus paparan kronik saat bekerja. Selain itu herbisida chlorophenoxy bersifat karsinogen akibat adanya perubahan atau mutasi pada sel-sel tubuh.


PENEMUAN OTOPSI

Pada otopsi dapat ditemukan plak di sekitar pembuluh darah yang luas, tanpa infiltrasi ke dalam sel. Dudley dan Thapar melaporkan hasil penemuan autopsy ini pada seorang laki – laki, 76 tahun dengan dementia yang meninggal 6 hari setelah terpapar secara akut (ingestion). Juga dilaporkan terdapat konsentrasi 2,4-D dalam darah sebesar 720 mg/L pada seorang wanita kulit putih, umur 64 tahun yang mengalami koma dan udem paru setelah 12 jam masuk rumah sakit. (4)

Takayasu dan Hayashi melaporkan hasil penemuan autopsi pada seorang laki – laki 23 tahun yang meninggal di dalam mobil setelah menelan chlorophenoxy, dimana tidak ditemukan perubahan morfologi. Tetapi dalam pemeriksaan toksikologi ditemukan kandungan chlorophenoxy dalam tubuh. Pemeriksaan menggunakan metode gas kromatografi, dimana dalam jantung diperoleh senyawa chlorophenoxy sebesar 888,3 µg/g, darah perifer 578,1 µg/g, dalam urin 52,2 µg/g, dalam otak 770,9 µg/g, paru – paru kanan 1362 µg/g, hati 1135 µg/g, ginjal kanan 755,5 µg/g, di lambung 10.200 µg/g. Juga ditemukan p-chloro-o-cresol (4-chloro-2-methylphenol) sebagai hasil metabolit chlorophenoxy dalam cairan dan jaringan tubuh.(14)


DIAGNOSIS
Untuk mengidentifikasi adanya intoksikasi herbisida dapat menggunakan teknik kromatografi.(14) Teknik lain yang dapat digunakan adalah spektrofotometri ultraviolet dan high performance liquid chromatography. Metode kromatografi lebih sensitive dan spesifik.(4) Metode kromatografi gas dan atau liquid bisa digunakan untuk mendeteksi adanya intoksikasi 2,4-D dalam darah dan urine. Keracunan yang ditandai dengan penurunan kesadaran ditemukan chlorophenoxy dalam darah dengan konsentrasi 80 – 1000 mg/L. Sampel urine harus dikumpulkan secepat mungkin setelah terpapar karena herbisida chlorophenoxy dieksresikan secara sempurna dalam waktu 24 – 72 jam.(12)


TERAPI(12,16)

  1. Pencegahan. Seseorang dengan penyakit kulit kronik atau sensitif terhadap herbisida harus menghindari kontak dengan menggunakan masker atau sarung tangan.

  2. Proteksi pernapasan. Jika ada gejala penyakit yang terjadi selama menghirup dari semprotan, segera hindari korban dari bahan kontak minimal 2 – 3 hari.

  3. Dekontaminasi kulit dan mata. Jika terkena percikan bahan kimia, segera bersihkan dengan air bersih yang mengalir selama 10 – 15 menit. Jika iritasi berlangsung lama segera berobat ke dokter.

  4. Dekontaminasi gastrointestinal. Jika sejumlah senyawa chlorophenoxy ditelan, segera mungkin dimuntahkan atau dilakukan bilas lambung.

  5. Pemberian cairan intravena. Pemberian cairan intravena adalah untuk mengeluarkan senyawa chlorophenoxy dan membatasi konsentrasinya di ginjal. Dimana kecepatan keluarnya urin adalah 4 -6 ml/menit. Pemberian saline/dekstrose IV cukup untuk menyelamatkan pasien yang koma yang meminum 2,4-D beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Peringatan : Tetap menjaga protein urin dan sel, BUN, kreatinin serum, elektrolit dan asupan cairan secara hati – hati untuk menjaga fungsi ginjal dan mencegah kelebihan cairan.

  6. Diuresis. Diuresis alkaline dilakukan segera dalam 26 jam setelah pasien menelan chlorophenoxy untuk mencegah kerusakan ginjal. pH urin harus dijaga antara 7,6 – 8,8. Sangat penting memonitor jumlah elektroli terutama natrium dan kalsium.

  7. Pemeriksaan klinik lanjut seperti elektromiografi untuk mendeteksi adanya neuropati dan gangguan neuromuscular.

  8. Tidak ada antidotum yang spesifik yang dapat diberikan.


ASPEK MEDIKOLEGAL (17)

Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, yang kedua untuk mengetahui suatu peristiwa. Dalam Pasal 133(1) KUHAP berbunyi dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Zein U, Purba A, Ginting Y, Pandjaitan TB. Beberapa aspek keracunan di bagian penyakit dalam rumah sakit H. Adam Malik Medan. [Online]. 2000 [cited 2008 March 14];[4 screens]. Available from: URL:http://www.tempointeraktif.com

  2. Prameswari A. Pencemaran pestisida, dampak dan upaya pencegahannya. [Online]. 2007 May 29 [cited 2008 March 14];[14 screens]. Available from: URL:http://www.dizzproperty.com

  3. Anymous. Herbisida. [Online] 2008 Feb 6 [cited 2008 March 16];[2 screens]. Available from: URL:http://www.id-wikipedia.org/wiki/herbisida

  4. Bronstein AC. Herbisides. In: Dart RC, editor. Medical Toxicology. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2004. p.1515-28.

  5. Ecobichon DJ. Toxic effects of pesticides. In: Klaassen CD, Watkins JB, editors. Casarett and Doull’s essentials of toxicology. USA: The McGraw-Hill Companies,Inc;2003. p.333-47.

  6. Anymous. 2,4 dichlorophenoxyacetic acid [Online] 2008 March 8 [cited 2008 March 16];[4 screens]. Available from: URL:http://www.wikipedia.org

  7. Anymous. Occupational safety and health guideline for 2,4-D (dichhlorophenoxyacetic acid). [Online]. [cited 2008 March 22];[11 screens]. Available from: URL:http://www.osha.gov/SLTC/healthguidelines/2,4d-dichlorophenoxyaceticacid/recognition.html

  8. Aaron G. Hager, Dawn. Toxicity of Herbicides. [Online]. [cited 2008 March 19];[4 screens]. Available from:URL:http://www.ipm.iuuc

  9. Isenring R. 2,4-D. [Online]. [cited 2008 March 19];[5 screens]. Available from:URL:http://www.pan-uk.org/pestnews

  10. Roberts DM, Seneviratne R, Fahim B, Patel R, Senarathna L, Hittarage A, et al. Intentional self-poisoning with the chlorophenoxy herbicide 4-chloro-2-methylphenoxyacetic acid (MCPA). [Online] 2006 June 10 [cited 2008 March 26];[8 screens]. Available from: URL:http://PubMedCentral.com

  11. Walter J. Environmental Fate of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid. [Online]. [cited 2008 March 21];[18 screens]. Available from:URL:http://www.cdpr.gov

  12. Anymous. Chlorophenoxy Herbicides. [Online]. [cited 2008 March 19];[5 screens]. Available from:URL:http://www.ncpi.orst.edu

  13. Bradberry SM, Watt BE, Proudfoot AT, Vale JA. Mechanisms of Toxicity, Clinical Features, and Management of Acute Chlorophenoxy Herbicide Poisoning: A Review. Journal of Toxicology: Clinical Toxicology. [Online] 2000 March 01[cited 2008 March 18].;[3 screens]. Available from:URL: http://www.accessmylibrary.com/coms2/summary_0286-27837047_ITM

  14. Takayasu T, Hayashi T, Ishida Y, Nosaka M, Mizunuma S, Miyashita T, et al. CASE REPORT: A Fatal Intoxication from Ingestion of 2-Methyl-4-Chlorophenoxyacetic Acid (MCPA). Journal of Analytical Toxicology, Volume 32, Number 2, March 2008 , pp. 187-191. Available from: URL:http://www.ingentaconect.com

  15. Goel A, Aggarwal P. Pesticide poisoning. The National Medical Journal of India Vol.20 No.4

  16. O’Malley M. Chlorophenoxy Herbicides. In : Olson KR, editor. Poisoning & Drug overdose. 4th Edition. San Francisco:Mc-Graw Hill;2004. P.164-5.

  17. Hukum Acara Pidana Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981. Available from:URL:http//www.google.com




Created by: Mercy&Ajunk@Forensik-FKUH