INTOKSIKASI HERBISIDA
(2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid)
PENDAHULUAN
Kasus keracunan akut merupakan kasus emergensi di unit gawat darurat rumah sakit yang memerlukan tindakan segera, adekuat, dan menyeluruh dalam penanganannya. Klinisi harus dapat dengan segera mengenali dan menentukan penyebab keracunan, guna melakukan tindakan yang cepat dan tepat terhadap penderita sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin. Keberhasilan tindakan tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis penyebab keracunan, derajat keracunan, serta cepat atau lambatnya korban dibawa ke rumah sakit. Pada umumnya, kasus keracunan akut adalah untuk tujuan suicide, namun akhir-akhir ini acapkalii ditemukan kasus dengan over dosis obat-obatan, di samping akibat kecelakaan/accidental. Selama ini, kasus keracunan akut didominasi oleh zat insektisida dan herbisida.(1)
Definisi dari pestisida, ”pest” artinya hama, sedangkan ”cide” berarti membunuh, sering disebut ”Pest Killing Agent”. Pestisida merupakan senyawa kimia yang umumnya bersifat racun, digunakan untuk membasmi jasad pengganggu tanaman, baik hama, penyakit maupun gulma atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur dan mengendalikan tumbuhan. Pemberian tambahan pestisida pada suatu lahan, merupakan aplikasi dari suatu teknologi yang pada saat itu, diharapkan teknologi ini dapat membantu meningkatkan produktivitas, membuat pertanian lebih efisien dan ekonomis. Namun, pestisida dengan intensitas pemakaian yang tinggi, dan dilakukan secara terus-menerus pada setiap musim tanam akan menyebabkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian dan perairan, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia dan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Manusia akan mengalami keracunan, baik akut maupun kronis yang berdampak pada kematian. Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berdasarkan organisme targetnya, pestisida dibagi atas insektisida, herbisida, fungisida, algasida, bakterisida, rodentisida, Molusksisida, dan akarisida.(2)
Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini.(3)
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.(3)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umar Zein dan kawan – kawan di Bagian Penyakit Dalam RS H. Adam Malik Medan selama periode Januari 1999 sampai Desember 2000, diperoleh gambaran bahwa herbisida merupakan jenis racun yang paling banyak menyebabkan kematian pada penelitian tersebut. Dari 14 keracunan herbisida, didapati 6 penderita meninggal dunia (42,86%).(1)
Jenis – Jenis Herbisida(4,5)
Jenis-jenis herbisida yang digunakan yaitu :
Senyawa Chlorophenoxy
Herbisida chlorophenoxy adalah asam organik terklorinasi. Senyawa Chlorophenoxy meniru kerja dari auksin, yaitu hormon yang menstimulasi pertumbuhan. Senyawa ini merupakan herbisida selektif karena hanya membasmi gulma (tanaman pengganggu) dan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Senyawa Chlorophenoxy disebut juga “Agent Orange”. Karena senyawa ini pernah digunakan dalam Perang Vietnam.6 Yang termasuk dalam kelompok ini adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D); 2,4,5-trichlorophenoxyacetic acid (2,4,5-T), dan 2-methyl-4-chlorophenoxyacetic acid. Dalam referat ini akan dibahas 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).
Derivat Bypiridil
Yang termasuk dalam bypiridil adalah Paraquat (C12H14N2) dan Diquat (C12H12N2). Paraquat masih dipakai di 130 negara dan merupakan herbisida yang paling toksik.
Chloroacetanilides
Alachlor, acetochlor, amidochlor, butachlor, metalaxyl, metolachlor dan propachlor mengontrol pertumbuhan rumput dan tanaman liar lainnya dengan mempengaruhi sintesis protein. Semua agent ini menunjukkan aktivitas mutagenik melalui proses metabolik.
Phosponomethyl amino acids
N-Phosphonomethyl glycine dan N-phosphonomethyl homoalanine merupakan herbisida non selektif spectrum luas yang digunakan sebagai herbisida pascatumbuh. Yang termasuk dalam golongan ini adalah Glyphosate dan Glufosinate.
MEKANISME KERJA HERBISIDA(5)
Table di bawah ini menunjukkan mekanisme kerja dari beberapa jenis herbisida pada tanaman.
Mekanisme Kerja | Bahan Kimia |
Menghambat fotosintesis dengan memblokade transport electron | Acylanilides, Pyridazone, |
Menghambat respirasi dengan memblok transfer elektron dari NADPH atau memblok transfer elektron dari ADP menjadi bentuk ATP | Dinitrophenols, Halophenols |
Menstimulasi pertumbuhan “auksin” | Aryloxyalkylcarboxylic acids, Benzoic acids |
Menghambat inti sel dan sel | Alkyl N-arylcarbamates |
Menghambat sintesis protein | Dinitroanilines |
Menghambat sistesis lemak | S-alkyl dialkylcarbamodithioates. Aliphatic chlorocarboxylic acids |
Menghambat sintesis acetolase | Sulfonylureas. Triazolopyrimidines |
Menghambat proses oksidase protoporpirinogen | Diphenyl ethers, Heterocyclic phenyl ethers |
Menghambat sintesa glutamine | Glufosinate |
Menghambat sintesa enolpyruvylshikimate 3 phosphate | Glyphosate |
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid merupakan salah satu jenis herbisida chlorophenoxy yang digunakan untuk membunuh tanaman perusak. Efek dari 2,4-D pertama kali dilaporkan pada tahun 1941. Pada produk 2,4-D diberi label “Danger” karena kemampuan dari herbisida tersebut yang menyebabkan iritasi berat pada mata dan kulit.(4) Penggunaan 2,4-D sebagai herbisida merupakan ketiga terbanyak di Amerika Utara. 2,4-D dibuat selama Perang Dunia II oleh Negara Inggris pada Eksperimental Rothamsted, di bawah pimpinan Judah Hirsch Quastel, dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pangan pada Negara tersebut pada saat terjadi perang. Tahun 1946, 2,4-D mulai diperdagangkan.(6)
Struktur kimia dari 2,4-D : (6)
Karakteristik dari 2,4-D antara lain : (6,7)
Rumus molekul : C8H6Cl2O3
Molar mass : 221.04 g/mol
Bentuk : kristal/bubuk dari warna putih sampai kuning
Titik lebur : 140.5 °C (413.5 K)
Titik didih (pada 0,4 mmHg) : 160 °C (320°F)
Spesifik gravity(BJ larutan : BJ air) : 1,56 – 1,57
Tekanan uap pada suhu 20°C (68°F) : 0 mmHg
Kelarutan : larut dalam air, alcohol dan zat organic lainnya.
Komposisi : amine salts dan ester
Beberapa nama dagang : Aherba-2,4-D; Agriben; Agrotect; Amidox,2,4-D Amine, Dinoxol, Esteron 99 concentrate. Esteron 44 Weed Killer; 2,4-D amine, Weedone 638.
TOKSISITAS
Kategori Toksisitas Herbisida (8)
Kategori Toksisitas | Label | Efek pada Kulit | LD50 oral akut(mg/kg) | LD50 dermal akut(mg/kg) | LC50*inhalasi akut(mg/L) |
| Danger–Poison | Corrosive
| ≤ 50 | ≤ 200 | ≤ 0.2
|
| Warning | severe irritation at 72 hours | 50 – 500 | 200–2,000
| 0.2– 2
|
| Caution | moderate irritation at 72 hours | 500 – 5000 | 2,000–20,000
| 2–20
|
| Caution | mild irritation at 72 hours | > 5,000 | > 2,0000 | > 20 |
*LC50 = concentration of pesticide, in milligrams per liter of air space, required to kill 50 percent of a test population.
Berdasarkan The U.S. Occupational Safety and Administration (OSHA), batas paparan 2,4-D yang diperbolehkan secara inhalasi (permissible exposure limit PEL) adalah 10 mg/m3. Berdasarkan The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), batas paparan yang dianjurkan adalah 10 mg/m3.(4,7) WHO mengategorikan toksisitas 2,4-D ke dalam kategori II yaitu Bahaya Sedang dengan dosis lethal 2,4-D yaitu 500 mg/m3.(9)
Konsentrasi chlorophenoxy dalam plasma yang dilaporkan dapat menyebabkan penurunan kesadaran adalah 80 mg/L sampai lebih dari 1000 mg/L sedangkan konsentrasi yang lebih dari 500 mg/L bisa menyebabkan keracunan yang berat. Tetapi kematian yang terjadi pada dua pasien dengan konsentrasi dalam darah sekitar 180 mg/L dan 230 mg/L. Sedangkan pada konsentrasi kurang dari 100 mg/L sudah dapat menyebabkan gangguan pada otot (myotonia).(10)
Berikut ini adalah beberapa dosis lethal dari 2,4-D pada hewan : (11)
TOKSIKOKINETIK DAN TOKSIKODINAMIK
Paparan terhadap 2,4-D dapat terjadi secara inhalasi, oral, kulit dan mata.(7) Absorbsi 2,4-D akan terjadi secara cepat dan lengkap. 2,4-D didistribusi ke ginjal, hati, traktus gastrointestinal dan sistem saraf pusat dan perifer. Senyawa chlorophenoxy sangat mudah diabsorbsi pada traktus gastrointestinal. Tetapi kurang diabsorbsi baik oleh paru – paru. Kontak pada kulit terjadi secara minimal, karena tidak mutlak bisa tersimpan dalam jaringan lemak. Pada manusia, semua 2,4-D dosis oral akan diabsorbsi dalam waktu 24 jam. Peningkatan konsentrasi plasma dalam tubuh terjadi antara 4 sampai 24 jam. Ekskresi 2,4-D semuanya melalui urin. Sebagian dari senyawa asam mengalami konjugasi, tetapi biotransformasinya dalam tubuh masih terbatas.(4,12)
PATOFISIOLOGI
Herbisida chlorophenoxy merupakan jenis herbisida asam organik yang terklorinisasi dimana bisa berikatan lagi dengan satu hingga tiga atom klor sehingga dapat menghasilkan suatu herbisida yang aktif. Sebagaimana kita tahu bahwa herbisida mempunyai sifat yang selektif dikarenakan hanya membasmi gulma tanpa membahayakan tanaman.(4)
Pada tanaman sendiri, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid meregulasi pertumbuhan tanaman dengan bekerja sintetik sebagai auksin, suatu hormon pertumbuhan yang dimiliki untuk bertumbuh dan berkembang, sehingga menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat dan akhirnya mengganggu transpor nutrisi dan menyebabkan kerusakan atau kematian pada tanaman itu sendiri.(4)
Secara in vivo, komposisi chlorophenoxy berhubungan dengan kecepatan hidrolisa, oleh karena itu masing-masing komposisi bergantung pada bentuk asam dari pestisida. Herbisida berikatan kuat dengan serum albumin menambah panjang rantai asam dan meningkatkan pergantian ikatan asam aromatik. Mekanisme toksisitas dari herbisida chlorophenoxy belum dapat dijelaskan secara utuh. Tetapi melalui studi eksperimental mengindikasikan keterlibatan beberapa komponen sel yaitu dengan mekanisme sebagai berikut : (10,13)
Berhubungan dengan kerusakan membran plasma.
Hambatan pada jalur metabolisme seluler melibatkan asetilkoenzim A (asetil-CoA).
Terganggunya proses fosforilasi oksidase dikuti dengan kerusakan membran intraseluler.
Gangguan proses fosforilase oksidatif merupakan komponen yang penting yang dapat menyebabkan kematian pada pasien yang mendapat paparan lama dari herbisida chlorophenoxy. Herbisida chlorophenoxy sendiri menyebabkan tidak berlangsungnya proses fosforilasi in vitro dengan mekanisme yang belum jelas. Proses dimana kebutuhan oksigen dan produksi energi meningkat diluar proporsi dari pembentukan ATP. Mungkin hal itu disebabkan karena faktor ekstrinsik seperti bahan-bahan kimia atau obat-obat yang bisa merusak fungsi mitokondria. Pada awalnya, hal ini menyebabkan peningkatan respirasi mitokondria sampai pada menurunnya jumlah ATP yang dibutuhkan untuk fungsi sel termasuk transport pompa aktif seperti Na-K ATPase. Yang kemudian menghilangkan ion sel dan mengganggu regulasi volume, dimana jika ATP tidak disediakan dengan cukup akan menyebabkan terjadinya kematian sel yang ireversibel.
Pada konsentrasi chlorophenoxy yang tinggi, dapat menyebabkan kerusakan membran sel eritrosit dimana pada pemeriksaan mikroskop electron memperlihatkan perubahan bentuk sel eritrosit menjadi bentuk bundel (echinocyte) dengan konfigurasi beberapa spinula di sekitarnya.
Kelainan pada sistem saraf pusat akibat adanya gangguan pada sawar darah otak dimana dibuktikan dengan ditemukannya serum albumin dan IgG pada otak) yang disebabkan karena akumulasi herbisida pada sistem saraf pusat.
Herbisida chlorophenoxy juga mengganggu mekanisme pemindahan sel membran, salah satunya pemindahan anion organic pada pleksus koroideus dari otak ke pembuluh darah. Ditandai dengan ditemukannnya akumulasi neurotransmiter dopamin dan serotonin.
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid menyebabkan hambatan pada ion channel yaitu gangguan transport Ca2+ sehingga terjadi aktivasi terus menerus dan ireversibel sistem aktin miosin dan degenerasi miofibril.
Akibat peningkatan konsentrasi ion kalsium intraseluler pada hati disertai dengan pengurangan jumlah sel protektif hati seperti glutation dan protein thiol, terjadi gangguan peroksidae lipid di hati.
Chlorophenoxy beserta analognya juga dapat menghambat agregasi platelet dan produksi tromboksan, dimana mekanisme ini menjelaskan tentang bagaimana terjadinya koagulopati pembuluh darah.
GEJALA KLINIK(4)
Paparan secara akut
Gejala klinik pada sistem gastrointestinal apabila ditelan seperti mual, nyeri perut, hipermotilitas saluran gastrointestinal dan diare (kadang-kadang disertai darah). Senyawa ini mempunyai efek iritasi terhadap membran mukosa. Peningkatan enzim hepatic bisa terjadi seperti dehidrogenasi lactase dan aspartat aminotransferase (AST). Pada dosis yang tinggi dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal dan neurologic. Gejala klinik pada sistem musculoskeletal seperti kaku pada kaki, kedutan dan spasme otot, fibrilasi otot bahkan rabdomiolisis. Pada sistem saraf pusat dapat terjadi depresi sistem saraf pusat, ataksia, miosis dan paralisis yang dapat berujung pada koma. Pada sistem kardiovaskular dapat ditemukan takikardi dan disritmia jantung. Pada studi kasus pasien yang mengalami overdosis, 7 dari 27 orang mengalami hipotensi. Pada paru-paru ditemukan hiperventilasi dan edema paru-paru.
Pada ginjal apabila terdapat kerusakan glomerulus atau tubulus ginjal dapat menyebabkan albuminuria dan hemoglobinuria. Asidosis metabolic juga dilaporkan pada beberapa kasus. Kematian biasa dihubungan dengan adanya kolaps pembuluh darah perifer. Target organ adalah sistem saraf pusat dan kardiovaskuler. Pada pemeriksaan elektrokardiografi, didapatkan gambaran yang abnormal, dimana ditemukan gelombang T yang datar.
Paparan secara kronik
Gejala yang dapat ditimbulkan akibat paparan kronik herbisida chlorophenoxy.
adalah disfungsi hati dan neurotoksisitas. Dimana kelainan pada fungsi hati yang dapat ditemukan seperti porfiria yang pernah dilaporkan pada kasus paparan kronik saat bekerja. Selain itu herbisida chlorophenoxy bersifat karsinogen akibat adanya perubahan atau mutasi pada sel-sel tubuh.
PENEMUAN OTOPSI
Pada otopsi dapat ditemukan plak di sekitar pembuluh darah yang luas, tanpa infiltrasi ke dalam sel. Dudley dan Thapar melaporkan hasil penemuan autopsy ini pada seorang laki – laki, 76 tahun dengan dementia yang meninggal 6 hari setelah terpapar secara akut (ingestion). Juga dilaporkan terdapat konsentrasi 2,4-D dalam darah sebesar 720 mg/L pada seorang wanita kulit putih, umur 64 tahun yang mengalami koma dan udem paru setelah 12 jam masuk rumah sakit. (4)
Takayasu dan Hayashi melaporkan hasil penemuan autopsi pada seorang laki – laki 23 tahun yang meninggal di dalam mobil setelah menelan chlorophenoxy, dimana tidak ditemukan perubahan morfologi. Tetapi dalam pemeriksaan toksikologi ditemukan kandungan chlorophenoxy dalam tubuh. Pemeriksaan menggunakan metode gas kromatografi, dimana dalam jantung diperoleh senyawa chlorophenoxy sebesar 888,3 µg/g, darah perifer 578,1 µg/g, dalam urin 52,2 µg/g, dalam otak 770,9 µg/g, paru – paru kanan 1362 µg/g, hati 1135 µg/g, ginjal kanan 755,5 µg/g, di lambung 10.200 µg/g. Juga ditemukan p-chloro-o-cresol (4-chloro-2-methylphenol) sebagai hasil metabolit chlorophenoxy dalam cairan dan jaringan tubuh.(14)
DIAGNOSIS
Untuk mengidentifikasi adanya intoksikasi herbisida dapat menggunakan teknik kromatografi.(14) Teknik lain yang dapat digunakan adalah spektrofotometri ultraviolet dan high performance liquid chromatography. Metode kromatografi lebih sensitive dan spesifik.(4) Metode kromatografi gas dan atau liquid bisa digunakan untuk mendeteksi adanya intoksikasi 2,4-D dalam darah dan urine. Keracunan yang ditandai dengan penurunan kesadaran ditemukan chlorophenoxy dalam darah dengan konsentrasi 80 – 1000 mg/L. Sampel urine harus dikumpulkan secepat mungkin setelah terpapar karena herbisida chlorophenoxy dieksresikan secara sempurna dalam waktu 24 – 72 jam.(12)
TERAPI(12,16)
Pencegahan. Seseorang dengan penyakit kulit kronik atau sensitif terhadap herbisida harus menghindari kontak dengan menggunakan masker atau sarung tangan.
Proteksi pernapasan. Jika ada gejala penyakit yang terjadi selama menghirup dari semprotan, segera hindari korban dari bahan kontak minimal 2 – 3 hari.
Dekontaminasi kulit dan mata. Jika terkena percikan bahan kimia, segera bersihkan dengan air bersih yang mengalir selama 10 – 15 menit. Jika iritasi berlangsung lama segera berobat ke dokter.
Dekontaminasi gastrointestinal. Jika sejumlah senyawa chlorophenoxy ditelan, segera mungkin dimuntahkan atau dilakukan bilas lambung.
Pemberian cairan intravena. Pemberian cairan intravena adalah untuk mengeluarkan senyawa chlorophenoxy dan membatasi konsentrasinya di ginjal. Dimana kecepatan keluarnya urin adalah 4 -6 ml/menit. Pemberian saline/dekstrose IV cukup untuk menyelamatkan pasien yang koma yang meminum 2,4-D beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Peringatan : Tetap menjaga protein urin dan sel, BUN, kreatinin serum, elektrolit dan asupan cairan secara hati – hati untuk menjaga fungsi ginjal dan mencegah kelebihan cairan.
Diuresis. Diuresis alkaline dilakukan segera dalam 26 jam setelah pasien menelan chlorophenoxy untuk mencegah kerusakan ginjal. pH urin harus dijaga antara 7,6 – 8,8. Sangat penting memonitor jumlah elektroli terutama natrium dan kalsium.
Pemeriksaan klinik lanjut seperti elektromiografi untuk mendeteksi adanya neuropati dan gangguan neuromuscular.
Tidak ada antidotum yang spesifik yang dapat diberikan.
ASPEK MEDIKOLEGAL (17)
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, yang kedua untuk mengetahui suatu peristiwa. Dalam Pasal 133(1) KUHAP berbunyi dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Zein U, Purba A, Ginting Y, Pandjaitan TB. Beberapa aspek keracunan di bagian penyakit dalam rumah sakit H. Adam Malik Medan. [Online]. 2000 [cited 2008 March 14];[4 screens]. Available from: URL:http://www.tempointeraktif.com
Prameswari A. Pencemaran pestisida, dampak dan upaya pencegahannya. [Online]. 2007 May 29 [cited 2008 March 14];[14 screens]. Available from: URL:http://www.dizzproperty.com
Anymous. Herbisida. [Online] 2008 Feb 6 [cited 2008 March 16];[2 screens]. Available from: URL:http://www.id-wikipedia.org/wiki/herbisida
Bronstein AC. Herbisides. In: Dart RC, editor. Medical Toxicology. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2004. p.1515-28.
Ecobichon DJ. Toxic effects of pesticides. In: Klaassen CD, Watkins JB, editors. Casarett and Doull’s essentials of toxicology. USA: The McGraw-Hill Companies,Inc;2003. p.333-47.
Anymous. 2,4 dichlorophenoxyacetic acid [Online] 2008 March 8 [cited 2008 March 16];[4 screens]. Available from: URL:http://www.wikipedia.org
Anymous. Occupational safety and health guideline for 2,4-D (dichhlorophenoxyacetic acid). [Online]. [cited 2008 March 22];[11 screens]. Available from: URL:http://www.osha.gov/SLTC/healthguidelines/2,4d-dichlorophenoxyaceticacid/recognition.html
Aaron G. Hager, Dawn. Toxicity of Herbicides. [Online]. [cited 2008 March 19];[4 screens]. Available from:URL:http://www.ipm.iuuc
Isenring R. 2,4-D. [Online]. [cited 2008 March 19];[5 screens]. Available from:URL:http://www.pan-uk.org/pestnews
Roberts DM, Seneviratne R, Fahim B, Patel R, Senarathna L, Hittarage A, et al. Intentional self-poisoning with the chlorophenoxy herbicide 4-chloro-2-methylphenoxyacetic acid (MCPA). [Online] 2006 June 10 [cited 2008 March 26];[8 screens]. Available from: URL:http://PubMedCentral.com
Walter J. Environmental Fate of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid. [Online]. [cited 2008 March 21];[18 screens]. Available from:URL:http://www.cdpr.gov
Anymous. Chlorophenoxy Herbicides. [Online]. [cited 2008 March 19];[5 screens]. Available from:URL:http://www.ncpi.orst.edu
Bradberry SM, Watt BE, Proudfoot AT, Vale JA. Mechanisms of Toxicity, Clinical Features, and Management of Acute Chlorophenoxy Herbicide Poisoning: A Review. Journal of Toxicology: Clinical Toxicology. [Online] 2000 March 01[cited 2008 March 18].;[3 screens]. Available from:URL: http://www.accessmylibrary.com/coms2/summary_0286-27837047_ITM
Takayasu T, Hayashi T, Ishida Y, Nosaka M, Mizunuma S, Miyashita T, et al. CASE REPORT: A Fatal Intoxication from Ingestion of 2-Methyl-4-Chlorophenoxyacetic Acid (MCPA). Journal of Analytical Toxicology, Volume 32, Number 2, March 2008 , pp. 187-191. Available from: URL:http://www.ingentaconect.com
Goel A, Aggarwal P. Pesticide poisoning. The National Medical Journal of India Vol.20 No.4
O’Malley M. Chlorophenoxy Herbicides. In : Olson KR, editor. Poisoning & Drug overdose. 4th Edition. San Francisco:Mc-Graw Hill;2004. P.164-5.
Hukum Acara Pidana Undang – Undang No.8 Tahun 1981 tanggal 31 Desember 1981. Available from:URL:http//www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar