Jumat, 05 September 2008

Sahabat

Seorang sahabat (A – Z)

  1. Accepts you as you are

Menerimamu apa adanya

  1. Believes in ‘you’

Percaya kepadamu

  1. Call just to say ‘Hi’

Menelepon mu hanya untuk berkata ‘Hi”

  1. Doesn’t give up on you

Tidak putus harapan untuk memberi dorongan demi kebaikanmu

  1. Envisions the whole of you

Memimpikan semua hal tentangmu

  1. Forgives you mistakes

Memaafkan kesalahan – kesalahan mu

  1. Gives unconditionally

Memberi tanpa syarat

  1. Helps you

Menolong mu

  1. Invites you over

Lebih dri hanya mengundang mu

  1. Just ‘be’ with you

Hanya untuk bersamamu

  1. Keeps you close at heart

Menyimpanmu di dalam hatinya

  1. Loves you for who you are

Mengasihi kau sebagaimana keberadaanmu

  1. Makes a difference in your life

Membuat suatu perbedaan dalam hidupmu

  1. Never judges

Tidak pernah menghakimi

  1. Offers support

Memberi dorongan

  1. Picks you up

Membuat mu menjadi lebih baik

  1. Quiets your fears

Meredakan ketakutanmu

  1. Raises your spirit

Membangkitkan semangatmu

  1. Says nice things about you

Mengatakan hal – hal yang baik mengenaimu

  1. Tells you truth when you need to hear it

Mengatakan yang sebenarnya kepadamu saat kau perlu mendengarnya

  1. Understands you

Dapat memahamimu

  1. Values you

Menghargaimu

  1. Walks beside you

Berjalan di sisimu

  1. Explain thing you don’t understand

Menjelaskan hal – hal yang kau tidak mengerti

  1. Yeils when you won’t listen

Berteriak saat kau tidak dapat mendengar

  1. Zaps you back to reality

Membawamu kembali pada kenyataan

My Prayer

My Prayer………

Tuhanku….

Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku

Seorang pria yang sungguh mencintaiMu lebih dar segala sesuatu

Seorang pria yang meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau

Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu

Wajah ganteng dan daya tarik fisik tidak penting

Yang paling penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai

Dan ia harus lah mengetahui bagi siapa dan untuk siapa dia hidup

Sehingga hidupnya tidak sia – sia

Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya otak yang cerdas

Seorang pria yang tidak hanya mencinyaiku tetapi juga menghormatiku

Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah.

Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.

Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi

Seorang sahabat yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku berada di sebelahnya.

Aku tidak meminta seseorang yang sempurna, namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna, sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu

Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.

Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya

Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.

Dan aku juga meminta……

Buatlah aku menjadi seorang wanita yang dapat membuat pria itu bangga

Berikanlah aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMu, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMu, bukan mencitainya dengan sekedar cintaku.

Berikanlah RohMu yang lembut, sehingga kecantikanku datang dariMu bukan dari luar diriku.

Berikanlah aku tanganMu sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya

Berikanlah aku mulutMu yang penuh dengan kata – kata kebijaksanaanMu dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari.

Berikanlah aku bibirMu dan aku akan tersenyum padanya setiap pagi.

Dan bilamana akhirnya kami bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan “betapa besarnya Tuhan itu karena Engkau telah memberikan kepadaku sesoerang yang dapat membuat hidupku sempurna”

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau membuat segala sesuatu indah pada waktunya, pada waktu yang Engkau tentukan.

Amin

Waktu.........

Waktu adalah guru yang hebat

Waktu membuat kita banyak belajar……

Waktu membuat kita dewasa seiring masalah yang kita hadapi.

Waktu membuat kita lebih berhikmat karena pengalaman yang telah kita jalani…

Waktu adalah obat yang manjur…

Waktu akan menghapuskan luka hati kita

Waktu akan memudarkan kenangan pahit kita

Waktu akan membantu menghilangkan kesedihan kita

Waktu adalah sahabat yang setia

Walau tidak pernah meninggalkan kita sedetikpun tidak

Waktu selalu tepati janji.

Walau pasti dating dan tidak pernah terlambat

Waktu sangat kreatif

Waktu akan membuat masa – masa santai begitu nikmat karena ada masa – masa sibuk

Waktu adalah pupuk yang subur

Waktu akan membuat cinta bertambah erat bila dirawat

Waktu adalah kunci

Waktu mampu membuat hal yang hebat bila berada di tangan yang tepat

Dan waktu hanya akan jadi barang rongsokan ketika disia-siakan dan tidak disadari kehebatannya

Sebegitu hebat dan berharganya waktu,

Apakah tidak terlalu bodoh apabila kita melewatkan dan membiarkannya berlalu begitu saja?

Akan jadi apa kita nanti, tergantung dari bagaimana kita menghargai waktu yang ada dan yang telah dipercayakan kepada kita

Hargailah waktu mu

Pesan dari Sang Pencipta

PESAN DARI SANG PENCIPTA

Ketika Aku menciptakan sorga dan bumi, Aku berfirman dan semuanya jadi.

Ketika Aku menciptakan pria, Aku membentuknya dan menghembuskan napas kehidupan ke dalam hidungnya. Tetapi kau, wanita, aku menghias engkau setelah Aku menghembuskan napas hidup ke dalam hidung pria karena kau begitu lembut.

Aku membuat pria tertidur, sehingga Aku dapat membentukmu dengan sabar dan sempurna. Aku membuat pria tertidur, jadi ia tidak mengganggu pekerjaan-Ku.

Aku membentukmu dari satu tulang pilihan. Aku mengambil tulang yang memberikan pria satu perlindungan untuk hidupnya. Aku mengambil tulang rusuk yang melindungi dan menyangga hati dan paru – paru, fungsi – fungsi yang harus kau (wanita) lakukan. Dari tulang ini Aku membentukmu sempurna dan cantik. Sifat dasarmu seperti tulang rusuk, kuat tetapi lembut dan mudah patah. Kau menyediakan suatu perlindungan untuk banyak organ – organ lembut dari pria, hati dan paru – parunya. Hati pria adalah merupakan pusat dari hidupmu (wanita), paru – parunya berisi napas kehidupan. Tulang rusuk akan membiarkan dirinya hancur sebelum ia membiarkan kerusakan menghancurkan hati. Dukunglah pria seperti tulang rusuk melindungi tubuhnya.

Kau tidak diambil dari kakinya untuk diinjak – injak, dank au juga tidak diambil dari kepalanya untuk menjadi tuannya. Kau diambil dari sisinya, untuk berdiri di sampingnya dan dirangkulnya. Kau adalah bidadariKu yang sempurna. Kau adalah gadis kecil-Ku yang lembut. Kau akan tumbuh menjadi seorang wanita yang sempurna dan mata-Ku akan puas ketika Aku melihat hatimu.

Matamu memancarkan ketulusan. Bibirmu begitu indah ketika berdoa. Hidungmu berbentuk sempurna. Tanganmu begitu lembut untuk disentuh. Aku memberikan begitu banyak perhatian untuk memperinci wajahmu ketika kau tertidur. Aku membuat hatimu dekat dengan-Ku. Dari segala yang bernapas, kau banyak menyerupaiku.

Adam berjalan bersama-Ku pada hari – hari dingin dan sendirian. Ia tidak dapat melihat atau menyentuh-Ku. Ia hanya merasakan kehadiran-Ku. Segala hal yang ingin Aku bagikan kepada Adam, Aku bentuk di dalammu. Kekuatan-Ku, kesucian-Ku, kasih-Ku, perlindungan-Ku dan dukungan-Ku. Kau adalah istimewa karena kau adalah perpanjangan tangan-Ku.

Pria mewakili gambar-Ku, sedang wanita, perasaan-Ku. Bersama-sama kalian berdua mewakili aku. Oleh karena itu:

Pria, perlakukanlah wanita dengan baik. Kasihi dia, hormati dia, karena dia begitu lembut. Menyakitinya berarti menyakiti-Ku. Apa pun yang kau lakukan kepadanya, kau melakukannya kepada-Ku. Jika kau menghancurkannya, kau hanya menghancurkan hatimu sendiri, hati Bapamu yang di sorga…yang juga adalah Bapanya.

Wanita, dukunglah pria. Dalam kesederhanaan, tunjukkan kepadanya kekuatan perasaanmu yang Aku berikan kepadamu. Dalam kesepian, tunjukkan kepadanya kekuatanmu. Dalam kasih, tunjukkan kepadanya bahwa engkau sungguh – sungguh tulang rusuk perlindungannya.

Otitis Eksterna Nekrotikans




OTITIS EKSTERNA NEKROTIKANS

PENDAHULUAN

Otitis eksterna maligna disebut juga otitis eksterna nekrotikans, merupakan suatu infeksi difus pada liang telinga luar dan struktur lain di sekitarnya yang disebabkan oleh organisme Pseudomonas. Pada otitis eksterna nekrotikan peradangan dapat meluas secara progresif ke lapisan subkutis, tulang rawan dan tulang di sekitarnya. Dengan demikian dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis, osteitis dan osteomielitis yang mengakibatkan kerusakan tulang temporal.1 Penyebabnya adalah Pseudomonas aeruginosa, tetapi beberapa bakteri yang lain dapat juga menyebabkan gejala klinik yang sama. Infeksi dimulai pada meatus akustikus eksternus dan menyebar sepanjang dasar tulang tengkorak. Dari situ dapat memberikan efek pada struktur – struktur utama seperti arteri karotis, vena jugularis, dan saraf kranial dan intrakranial. Otitis eksterna nekrotikan biasanya ditemukan pada pasien diabetik usia lanjut, tetapi dapat juga ditemukan pada pasien dengan imunitas yang rendah.2

Toulmouche adalah orang pertama yang melaporkan kasus otitis eksterna maligna pada tahun 1838, dimana dia melaporkan kasus osteomielitis tulang temporal di Gazette Medicale de Paris. Pada tahun 1959, Meltzer melaporkan kasus osteomielitis tulang temporal, mandibula dan zigoma pada pasien diabetik yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Tahun 1968, Chandler yang menjelaskan tentang otitis eksterna maligna, dimana merupakan infeksi bakteri yang progresif pada meatus akustikus eksternus, yang dapat berkembang menjadi osteomielitis tulang temporal, kelumpuhan saraf kranial dan kematian. Chandler mempresentasikan 13 kasus pasien dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa yang dimulai dengan infeksi pada meatus akustikus eksternus dan menyebar sepanjang dasar tulang tengkorak dan menimbulkan neuropati.2-6

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi ke struktur – struktur telinga tengah. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan liang telinga sampai membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.1

Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang berlekuk – lekuk dan dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan – lekukan ini dibentuk oleh heliks, antiheliks, tragus, antitragus, fossa skafoidea, fosa triangularis, konkha dan lobulus. Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang datar. Tepi daun telinga yang melengkung disebut heliks. Pada bagian postero-superiornya terdapat tonjolan kecil yang disebut tuberkulum telinga (Darwin’ tubercle). Pada bagian anterior heliks terdapat lengkungan yang disebut antiheliks. Bagian superior antiheliks membentuk dua buah krura antiheliks dan bagian dikedua krura ini disebut fosa triangulari. Di atas kedua krura ini terdapat fosa skafa. Di depan anteheliks terdapat konka ,yang terdiri atas dua bagian yaitu simba konka ,yang merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka yang terletak dibawahnya berseberangan dengan konka dan terletak di bawah krus heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segi tiga tumpul yang disebut tragus. Bagian diseberang tragus dan terletak pada batas bawah anteheliks disebut antitragus.8,9

Jaringan subkutan daun telinga bagian superior sangat tipis, terutama di permukaan anterior, sehingga kulit langsung menempel pada tulang rawan. Makin ke bawah lapisan subkutan bertambah dan berakhir di lobulus yang tidak mempunyai rangka tulang rawan. Perdarahan daun telinga bagian posterior berasal dari cabang posterior a.karotis eksterna yang mendarahi juga sebagian kecil permukaan depan daun telinga. Sebagian permukaan belakang daun telinga juga diperdarahi oleh a. oksipitalis. Permukaan depan daun telinga terutama diperdarahi oleh cabang anterior a. temporalis superfisialis anterior. Persarafan daun telinga disuplai oleh cabang – cabang aurikularis magnus dan oksipitalis minor dari pleksus servikalis, juga dari cabang aurikulotemporal saraf trigeminal serta cabang auricular n. vagus.8

Liang telinga berbentuk huruf S, dengan bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan bagian tulang pada dua pertiga dalam. Panjang liang telinga kira – kira 2,5 cm – 3 cm. Bentuk liang telinga seperti huruf S melar akibat perbedaan sudut bagian tulang rawan dan bagian tulang karena itu membran timpani biasanya tidak dapat terlihat langsung dari luar. Diameter liang telinga dari luar ke dalam tidak selalu sama, yang paling sempit di bagian isthmus yang terletak sedikit di medial batas bagian tulang dan bagian tulang rawan. Berbatasan dengan membran timpani, bidang liang telinga tidak datar, di bagian anteriorinferiornya membentuk sudut tajam (acute anterior tympanic angle), sehingga bagian tepi anteriorinferior membran timpani sukar

dilihat langsung dari luar. Lekukan ini juga menyebabkan diameter membran timpani paling panjang pada bagian obliq anteroinferior ke posterosuperior. Sedikit di lateral bagian yang bersudut tajam ini liang telinga menonjol bertepatan dengan sendi temporomandibula. Kulit liang telinga bagian tulang rawan mempunyai struktur menyerupai kulit di bagian tubuh lain, mengandung folikel rambut dan kelenjar – kelenjar, sedangkan kulit di bagian tulang merupakan kulit yang tipis sekali dan berlanjut ke kulit membran timpani, tidak mempunyai folikel rambut dan kelenjar – kelenjar. 1,8

Hubungan antara liang telinga dengan struktur sekelilingnya juga mempunyai arti klinis yang penting. Dinding anterior liang telinga ke arah medial berdekatan dengan sendi temporomandibular dan ke lateral dengan kelenjar parotis. Dinding inferior liang telinga juga berhubungan erat dengan kelenjar parotis. Dehisensis pada liang telinga bagian tulang rawan ( fissure of Santorini) memungkinkan infeksi meluas dari liang telinga luar ke dalam parotis dan sebaliknya pada ujung medial dinding superior liang telinga bagian tulang membentuk lempengan tulang berbentuk baji yang disebut tepi timpani dari tulang temporal, yang mana memisahkan lumen liang telinga dari epitimpani. Dinding superior liang telinga bagian tulang, di sebelah medial terpisah dari epitimpani oleh lempengan tulang baji ke arah lateral suatu lempengan tulang lebih tebal memisahkan liang telinga dari fossa krani medial. Dinding posterior liang telinga bagian tulang terpisah dari sel udara mastoid oleh suatu tulang tipis.9

Pada kulit yang normal di liang telinga, ada bakteri flora seperti Micrococcus dan Corynebacterium sp. Infeksi pada liang telinga oleh bakteri patogen dipengaruhi kondisi host misalnya adanya trauma lokal, adanya perubahan sifat serumen, dermatitis, dan perubahan pH di liang telinga.10 Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal daripada kulit bagian tulang, selain itu juga mengandung folikel rambut yang banyaknya bervariasi antar individu namun ikut membantu menciptakan suatu sawar dalam liang telinga. Anatomi liang telinga bagian tulang sangat unik karena merupakan satu – satunya tempat dalam tubuh dimana kulit langsung terletak di atas tulang tanpa adanya jaringan subkutan. Dengan demikian daerah ini sangat peka, dan tiap pembengkakan akan sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi.11

Ada tiga makroskopik mekanisme pertahanan dari liang telinga dan permukaan lateral membran timpani yaitu tragus dan antitragus, kulit dengan lapisan serumen dan isthmus.6 Salah satu cara perlindungan yang diberikan telinga luar adalah dengan pembentukkan serumen atau kotoran telinga. Sebagian besar struktur kelenjar sebasea dan apokrin yang menghasilkan serumen terletak pada bagian kartilaginosa. Eksfoliasi sel – sel stratum korneum ikut pula berperan dalam pembentukkan materi yang membentuk suatu lapisan pelindung penolak air pada dinding kanalis ini. pH gabungan berbagai bahan tersebut adalah sekitar 6, suatu faktor tambahan yang berfungsi mencegah infeksi. Serumen diketahui memiliki fungsi sebagai proteksi. Dapat berfungsi sebagai sarana pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membran timpani. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis.11

Saluran limfatik merupakan bagian yang penting dalam penyebaran infeksi. Bagian anterior dan superior dari meatus akustikus eksternus, disalurkan ke pembuluh limfe preaurikuler di kelenjar parotis dan kelenjar limfe servikal bagian superior. Bagian inferior, disalurkan ke infraaurikuler dekat angulus mandibula. Bagian posterior disalurkan ke kelenjar limfe postaurikuler dan kelenjar limfe servikal bagian superior. Rangsangan pada aurikel dan meatus akustikus eksternus berasal dari saraf perifer dan kranial, yaitu dari saraf trigeminus (V), fasial (VII), glossopharingeal (IX) dan nervus vagus (X).6

Suara yang ditangkap oleh daun telinga diteruskan melalui saluran telinga ke membran timpani. Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak obliq di liang telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata – rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior – inferior ke superior posterior. Membran timpani terdiri dari 3 lapis yaitu lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan radier yang serabut – serabutnya berpusat di manubrium maleus, lapisan sirkuler yang serat – seratnya lebih padat di lingkaran luar dan makin jarang ke arah sentral. Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran timpani dibagi menjadi dua bagian yaitu pars flaksida di bagian atas dan pars tensa di bagian bawah.1,8

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui Membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.1

INSIDENS

Di Amerika Serikat, otitis eksterna nekrotikan lebih banyak timbul pada daerah dengan iklim lembab dan basah, dibanding dengan iklim lainnya. Penyakit ini sering ditemukan lebih banyak pada laki – laki daripada perempuan dan dilaporkan menyerang kelompok semua umur, tetapi lebih sering pada usia tua, lebih dari 60 tahun.3 Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah pH di liang telinga. Biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan udara yang sangat hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh.1 Diabetes merupakan faktor risiko utama tetapi tidak ada hubungan yang jelas dengan berat atau lamanya menderita diabetes dengan otitis eksterna nekrotikans. 99% pasien otitis eksterna nekrotikan mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus. Pasien diabetik mempunyai pH serumen yang tinggi dan menurunnya konsentrasi lisosim yang menghalangi aktivitas antibakteri. Penyakit ini juga pernah dilaporkan pada pasien dengan imunitas yang rendah, pasien dengan HIV atau pasien yang menjalani transplantasi organ, misalnya pada limfoma maligna, dan leukemia. Dapat juga ditemukan pada bayi – bayi yang mengalami malnutrisi, dan anemia.2,3

ETIOPATOGENESIS

Otitis eksterna nekrotikans merupakan infeksi yang menyerang meatus akustikus eksternus dan tulang temporal. Organisme penyebabnya adalah Pseudomonas aeruginosa, dan paling sering menyerang pasien diabetik usia lanjut. Pada penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi dibanding pH serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita diabetes lebih mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya faktor immunocompromize dan mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut menjadi otitis eksterna maligna.1 Infeksi dimulai dengan otitis eksterna yang progresif dan berlanjut menjadi osteomielitis pada tulang temporal. Penyebaran penyakit ini keluar dari liang telinga luar melalui Fisura Santorini dan osseocartilaginous junction.3

Otitis eksterna nekrotikans menyebar melalui Fisura Santorini untuk sampai ke dasar tulang tengkorak. Data histopatologi menunjukkan bahwa infeksi menyebar sepanjang vaskuler.Di bagian anterior dapat mempengaruhi fossa mandibula dan kelenjar parotis. Di sebelah anteromedial infeksi, dapat menyebar ke arteri karotis. Selain itu juga dapat menyebar melalui Tuba Eustachius untuk sampai ke fossa infratemporal dan nasofaring. Hipestesia ipsilateral dapat terjadi jika saraf kelima dilibatkan. Penyebaran ke intrakranial dapat menyebabkan meningitis, abses otak, kejang dan kematian. Bagian posteroinferior dapat menyebabkan flebitis dan trombosis supuratif bulbus juguler dan sinus sigmoid. Ini dapat menyebabkan mastoiditis dan kelumpuhan saraf fasial. Penyebaran secara inferior dapat menyebabkan paralisis saraf glosofaringeal (IX), vagus (X), hipoglosus (XI), dan aksesorius (XII), menyebabkan disfagia, aspirasi dan suara serak.2

GAMBARAN KLINIK

Gejala dapat dimulai dengan rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti dengan rasa nyeri yang hebat dan sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga. Biasanya unilateral.12 Rasa nyeri akan semakin hebat dan bila tumbuh jaringan granulasi yang banyak akan menyebabkan liang telinga akan tertutup. Saraf fasialis dapat terkena sehingga menimbulkan paralisis fasial. Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis yang progresif, yang disebabkan oleh infeksi kuman Pseudomonas aeruginosa. Penebalan endotel yang mengiringi diabetes mellitus berat, kadar gula darah yang tinggi yang diakibatkan oleh infeksi yang sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan yang adekuat.1 Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terdapat gejala pusing, sakit kepala dan trismus.2

DIAGNOSIS

Diagnosis otitis eksterna nektrotikan dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Empat gejala yang menonjol adalah otalgia yang menetap lebih dari 1 bulan, otorea purulen dan menetap dengan adanya jaringan granulasi dalam beberapa minggu, riwayat diabetes mellitus, status imun yang rendah dan usia lanjut, dan adanya gangguan saraf kranial.6

¥ Anamnesis

Pasien yang menderita otitis eksterna nekrotikans umumnya usia lanjut, menderita diabetes.10 Adanya otalgia, sakit kepala temporal, otore purulent dapat ditemukan pada pasien ini. Kadang – kadang pasien mempunyai riwayat penggunaan antibiotik dan obat tetes telinga pada otitis eksterna tanpa adanya perubahan gejala yang bermakna.2

¥ Pemeriksaan Fisis 2,5

Pada pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan adanya kulit yang mengalami inflamasi, hiperemis, udem dan tampak jaringan granulasi pada dasar meatus akustikus eksternus. Biasanya disertai dengan kelumpuhan saraf fasial, dan perlu memeriksa saraf kranial V – XII.

¥ Pemeriksaan Penunjang

OLaboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan adanya peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah dan gula darah sewaktu.2 Pemeriksaan kultur yang diperoleh dari sekret liang telinga sangat diperlukan untuk sensitivitas antibiotik. Penyebab utamanya adalah P. aeruginosa. Organisme ini merupakan bakteri aerob, dan gram negatif. Pseudomonas sp mempunyai lapisan yang bersifat mukoid yang digunakan pada saat fagositosis. Eksotoksin dapat menyebabkan jaringan mengalami nekrosis dan beberapa golongan lainnya menghasilkan neurotoksin yang dapat menimbulkan neuropati. Kadang – kadang juga ditemukan Aspergillus and Proteus species, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.3

ORadiologi

CT scan dapat menunjukkan adanya dekstruksi tulang di sekitar dasar tulang tengkorak dan meluas ke intrakranial. Pemeriksaan dengan teknik nuklir baik digunakan pada stadium awal. Scan Technetium (99Tc) methylene diphosphonate menunjukkan area yang mengalami osteogenesis dan osteolisis. Sedangkan Gallium (67Ga) menunjukkan jaringan lunak yang mengalami inflamasi.2,3,6

OHistopatologi

Mekanisme invasi liang telinga berhubungan dengan nekrosis tulang. Proses infeksi meluas ke submukosa dan terdapat destruksi tulang.15 pada gambaran histology juga dapat terlihat rusaknya jaringan menunjukkan luasnya nekrosis pada lapisan epidermis dan dermis disertai infiltrate PMN. Kartilago dikelilingi oleh jaringan inflamasi dan tampak destruksi. Pada dinding pembuluh darah menunjukkan hialinisasi. Tulang mastoid menunjukkan adanya sel – sel inflamasi akut. 15,16

Diagnosis Otitis Eksterna Nekrotikans6

Riwayat :

- Otalgia menetap

- Otorea purulent, menetap, granulasi

- Diabetes mellitus, usia lanjut

- Status imun yang rendah

- Neuropati

Pemeriksaan Fisis :

- Jaringan granulasi di liang telinga

- Sekret purulen

- Neuropati, terutama saraf VII

Kultur : Didapatkan pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp, Pseudomonas aeruginosa

Radiologi :

- CT scan dengan kontras

- MRI dengan kontras

- Nuklir (Gallium, Technetium)


STADIUM

Pembagian stadium pada otitis eksterna nekrotikan dibuat oleh Levenson et al, Corey et al, Benecke dan Davis et al. pembagian stadium didasarkan pada luasnya kerusakan jaringan atau tulang dan besarnya komplikasi neurologik yang terjadi.3

Dibagi atas tiga stadium :4

a. Stadium I : infeksi hanya terbatas pada jaringan lunak dan kartilago.

b. Stadium II : kerusakan jaringan lunak yang mulai meluas dan terjadi destruksi tulang temporal.

c. Stadium III : Destruksi basis tengkorak yang ekstensif dan meluas ke intrakranial.

DIAGNOSIS BANDING

Otitis eksterna nekrotikans didiagnosis banding dengan herpes zoster otikus, mastoiditis, otitis media kronik dan tumor ganas tulang temporal.4

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul adalah sebagai berikut 6

  1. Neuropati
  2. Meningitis
  3. Abses otak

PENATALAKSANAAN

Awalnya, pembedahan merupakan pilihan utama untuk penanganan pasien dengan otitis eksterna nekrotikans. Tetapi sejak ditemukannya aminoglikosida, penisilin sintetik, generasi ketiga Cephalosporin dan quinolon, maka penggunaan antibiotik merupakan pilihan utama pengobatan. Sejak teknik pembedahan pada dasar tulang tengkorak berkembang, beberapa ahli otologi mulai menggunakan teknik radikal sebagai pilihan terapi. 2

Ada tiga aspek dalam pengobatan otitis eksterna nekrotikans. Yang paling penting adalah mengontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus. Mastoidektomi atau reseksi parsial pada dasar tengkorak mungkin diperlukan jika ada gangguan saraf fasial. Antibiotik sebaiknya diberikan sejak awal, dalam dosis yang adekuat dan dalam waktu yang lama.5

Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dan resistensinya. Karena kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas aeruginosa, maka diberikan antibiotik dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas aeruginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan fluoroquinolone (ciprofloxasin) dosis tinggi per oral. Pada keadaan yang lebih berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6 – 8 minggu. Pemberian antibiotik sistemik kini merupakan bentuk utama terapi. Pemberian antibiotik digunakan untuk mencegah komplikasi dan morbiditas. Di samping pemberian obat – obatan sering kali diperlukan tindakan debridement secara radikal. Tindakan debridement yang kurang bersih dapat menyebabkan semakin cepatnya penyebaran penyakit. Pembedahan sebaiknya dibatasi pada pengangkatan sekuestra, drainase abses dan debridement lokal jaringan granulasi. 1, 11

Tanda awal adanya respon terapi terhadap penyakit adalah berkurangnya rasa nyeri. Diabetes yang terkontrol juga merupakan tanda awal adanya perbaikan. Pengobatan otitis eksterna nekrotikans sebaiknya harus berkelanjutan sampai infeksi betul – betul hilang. Ini membutuhkan waktu perawatan yang lama di rumah sakit dan penggunaan antibiotik sampai enam minggu.5

PROGNOSIS

Rekurensi penyakit dilaporkan sekitar 9% - 27%. Hal ini berhubungan dengan lamanya pemberian terapi yang tidak adekuat dan manifestasi klinik berupa sakit kepala dan otalgia, bukan otorea. Otitis eksterna nekrotikan dapat kambuh kembali setelah satu tahun pengobatan komplit.3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chandler, rata – rata kematian sekitar 50% tanpa pengobatan. Kematian berkurang sampai 20% dengan ditemukannya antibiotik yang cocok. Penelitian terbaru melaporkan bahwa angka kematian turun sampai 10%, tetapi kematian tetap tinggi pada pasien dengan neuropati atau adanya komplikasi intrakranial.3


DAFTAR PUSTAKA

  1. Sosialisma, Helmi. Kelainan telinga luar. Dalam: Soepardi EA. Iskandar N, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2003. Hal.44-8.
  2. Vernick DM. Malignant externa otitis. In Nadol JB, Schuknecht HF,editors. Surgery of the ear and temporal bone. New York: Raven Press; 1993. p.199 - 203.
  3. Nussebaum B. Externa ear, Malignat external otitis. [Online]. 2006 Apr 14 [cited 2008 July 23];[10 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com/ent/topic203.htm
  4. Chee G, editor. Infection of the external ear. Annals Academy of Medicine. May 2005, V0l.34. No.4. [Online]. 2005 [cited 2008 July 23]; [5 screens]. Available from: URL:http://www.annals.edu.sgpdf34VolNo4.pdf
  5. Jahn AF, Hawke M. Infections of the external ear. In Cumming CW, editor. Otolaryngology- head and neck surgery. Ed.2nd. Vol.4th. Toronto: Mosby Year Book. P.2787 – 2793.
  6. Linstrom CJ, Lucente FE, Joseph EM. Infections of the external ear. In Bailey BJ, Calhoun KH, Deskin RW, editors. Head and neck surgery-otolaryngology. Ed.2nd. Vol 2nd. New York : Lippincott-Raven;1998. p. 1965-79.
  7. External ear anatomy. [Online]. 2008 [cited 2008 July 26]; [1 screen]. Available from: http://www.utdol.com/online/content/image.do?imageKey=prim_pix/extern3.htm
  8. Helmi. Bagian – bagian tulang temporal dan organ di dalamnya, Otitis media supuratif kronis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2005. p. 7-27.
  9. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. In Kerr AG Editor. Scott-Brown’s Otolaryngology. Ed.6th. London: Butworth;1997. p. 1/1/1 – 1/1/15.
  10. Chon AM. Malignant otitis externa. In Gates GA, editor. Current therapy in otolaryngology-head and neck surgery-3. Toronto: B.C. Decker Inc; 1987. p. 8-11.
  11. Boies LR. BOIES Buku ajar penyakit THT. Ed.6. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1997.
  12. Austin FD. Diseases of external ear. In Balengger JJ, Snow JB, editor. Otorhinolaryngology: Head and neck surgery. Ed.15th. Philadelphia : Williams & Wilkins;1996. p. 974-86.
  13. Osguthorpe JD, Nielsen DR. Otitis eksterna : review and clinical update. [Online] 2006 Nov 1 [cited 2008 July 26];[7 screens]. Available from: URL:http://www.aafp.org/afp.
  14. Dhillon RS, East CA. An illustrated colour text : ear, nose and throat and head and neck surgery. Ed.2nd. London : Churchill Livingstone;1999. p.12.
  15. Rubinstein E, Ostfeld E, Ben-Zaray S, Schiby G. Necrotizing external otitis. In: Pediatrics®. Official journal of the American academy of pediatrics. [Online] 1980 [cited 2008 July 5];[3 screens]. Available from: URL:http://pediatrics.aappublications.org/cgi/reprint/66/4/618
  16. Kohut RI, Lindsay JR. Necrotizing “malignant” external otitis histopathologic processes. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1979 Sep-Oct;88(5 Pt 1):714-20 [Online] 1979 [cited 2008 July 5];[1 screen]. Available from: URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/496204

Created:Mercy_Raja@THTFKUH

Skrofuloderma

SKROFULODERMA

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan organ lainnya. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai kulit secara endogen maupun eksogen dari pusat infeksi. Klasifikasi tuberculosis kutis yaitu tuberculosis kutis yang menyebar secara eksogen (inokulasi tuberculosis primer, tuberculosis kutis verukosa), secara endogen (Lupus vulgaris, skrofuloderma, tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis orifisial, tuberculosis miliar akut) dan tuberkulid (Liken skrofulosorum, tuberkulid papulonekrotika, eritema nodosum).

Salah satu tuberculosis kutis yang menyebar secara endogen adalah skrofuloderma. Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul akibat penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang telah terserang penyakit tuberculosis misalnya tuberkulosis kelenjar getah bening, tuberculosis tulang dan keduanya atau tuberculosis epididimis atau setelah mendapatkan vaksinasi.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia manapun, terutama di Negara – Negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang termasuk Indonesia, tuberculosis kutis sering ditemukan. Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi yang kurang dan sanitasi yang buruk. Skrofuloderma menyerang semua usia tetapi lebih sering terjadi pada anak – anak dan dewasa muda. Prevalensinya tinggi pada anak – anak yang mengonsumsi susu yang telah terkontaminasi Mycobacterium bovis.

ETIOLOGI

Penyebab utamanya adalah Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis berbentuk batang, panjang 2-4/μ dan lebar 0,3-0,5/ μ, tahan asam, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan suhu optimal pertumbuhan 37°C. Selain M. tuberculosis, M. bovis juga dapat menyebabkan terjadinya skrofuloderma.

PATOGENESIS

Pada penyakit ini biasanya menular melalui percikan air ludah dan oleh karenanya porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau paru, jika di ketiak maka kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, jika di lipat paha porte d’entrée pada ekstrimitas bawah. Kadang – kadang ketiga tempat predileksi tersebut terserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan lipatan paha.

Krofuloderma merupakan hasil dari adanya penjalaran jaringan di bawah kulit yang terserang tuberculosis, biasanya kelenjar getah bening, tetapi kadang – kadang dapat juga berasal dari tulang, atau kedua – duanya atau tuberculosis epididimis.

Tuberkulosis kelenjar getah bening tersering terjadi dan yang terkena adalah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula, leher bagian lateral, ketiak, dan lipatan paha (jarang terjadi). Fokus primer didapatkan pada daerah yang aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar getah bening yang meradang.

Penyebaran penyakit terjadi secara cepat melalui limfatik ke kelenjar getah bening dari daerah yang sakit dan melalui aliran darah. Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul skrofuloderma. Reinfeksi eksogenous bisa terjadi meskipun jarang dan reaksinya pada host yang telah tersensitasi oleh infeksi sebelumnya berbeda dengan mereka yang belum tersensitasi.

GAMBARAN KLINIK

Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening (limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula – mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi. Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang purulen, jika mongering menjadi krusta warna kuning.

Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Jembatan kulit (skin bridge) kadang – kadang terdapat di atas sikatriks, biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahu penyebabnya. Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus. Pemeriksaan bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan BTA, kultur dan PCR. Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL. Pada pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M. tuberculosis. Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif (Lowenstein-Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M. tuberculosis butuh waktu 3 – 4 minggu untuk berkembang biak.

2. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis. Pada gambaran histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami nekrosis kaseosa oleh sel – sel epitel dan sel – sel Datia Langhan’s.

3. Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)

Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita pernah terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi tersebut masih berlangsung aktif atau telah berlalu.

4. LED

Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih penting untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.

DIAGNOSIS

Diagnosis pada skrofuloderma dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan ditunjang oleh pemeriksaan histopatologi. Selain itu dapat juga ditunjang dengan pemeriksaan bakteriologik.

DIAGNOSIS BANDING

1. Aktinomikosis

Skrofuloderma di leher biasanya mempunyai gambaran klinis yang khas sehingga tidak perlu diadakan diagnosis banding. Walaupun demikian aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan beberapa muara fistel produktif.

2. Hidradenitis supurativa

Jika skrofuloderma terdapat di daerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis supurativa yakni infeksi oleh Piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai dengan tanda – tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan leukositosis. Hidradenitis supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi tarikan – tarikan yang mengakibatkan retraksi ketiak.

3. Limfogranuloma venereum

Skrofuloderma yang terdapat di lipatan paha kadang – kadang mirip dengan penyakiy venerik yaitu limfogranuloma venereum (LGV). Perbedaan yang penting adalah pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesis disertai gejala konsitusi (demam, malese, artralgia) dan terdapat kelima tanda radang akut. Lokalisasinya juga berbeda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial, sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan femoral. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes frei positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.

PENGOBATAN

Pengobatan tuberkulosis kutis pada prinsipnya sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, yaitu menggunakan kombinasi beberapa obat dan diberikan dalam jangka waktu tertentu. Sesuai rekomendasi WHO, untuk kasus tuberkulosis kutis maka pengobatan yang diberikan dimasukkan dalam kategori III (2HRZ 6HE, 2HRZ4HR, 2HRZ4H3R3)

Kriteria penyembuhan pda skrofuloderma ialah semua fistel dan ulkus telah menutup, seluruh kelenjar getah bening mengecil (kurang dari 1 cm dab berkonsistensi keras), dan sikatriks yang semula eritematosa menjadi tidak eritema lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberculosis. Jika terjadi penyembuhan, LED akan menurun dan menjadi normal.

Pengobatan topical pada pasien tuberculosis kutis tidak sepenting pengobatan sistemik. Jika basah, kompres dengan kalium permanganate 1/50.000. Jika kering diberikan salep antibiotic.

Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan. Terapi pembedahan pada skrofuloderma biasanya diindikasikan untuk kasus :

- terapi dengan antituberkulosis gagal

- penderita skrofuloderma disertai penurunan kekebalan tubuh

- penderita skrofuloderma berulang

- penderita skrofuloderma disertai dengan penyakit yang berat.

PROGNOSIS

Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam beberapa tahun dengan meninggalkan bekas Lukas (sikatriks) yang memanjang dan tidak teratur. Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah diseburkan, prognosisnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Nascimento LV. Mycobacteria. In: Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical dermatology. China: Elsevier Churchill Livingstone; 2006. p. 253-4.
  2. Suhariyanto B, Prasetyo R. Terapi alternative pada pengobatan skrofuloderma. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2006 Agust 2:18:133-5.
  3. Tappeiner G, Wolff Klaus. Tuberculosis and other mycobacterium infection. In: Feedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p. 1933-46.
  4. Djuanda A. Tuberkulosis kulit. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;1999. p. 64-72.
  5. Meltzer MS. Cutaneous tuberculosis [Online] 2006 Nov 20 [cited 2007 March 7];[10 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com.
  6. Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja E. Skrofuloderma pada dada. Berkala ilmu penyakit kulit & kelamin airlangga periodical of dermato-venerology 2002 Apr 1:14:101-5.
  7. Siregar HS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed.2. Jakarta: EGC;2004.
  8. Silva MR, Catro MCR. Mycobacterium infection. In: Bologna J, Jorizzo J, Rapini RP, editors. Dermatology. Vol.1. London: Mosby;2003. p. 1145-58.