TB PARU
PENDAHULUAN
Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan,, pencegahan serta TB pada infeksi HIV. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti oleh overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil tahan asam (BTA) positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada TB dewasa. Akibatnya penanggulangan TB anak kurang diperhatikan. 1
INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990 yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV dan pertumbuhan populasi yang cepat.
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5% sampai 6% dari total kasus TB. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India dan Cina. Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak di bawah umur 15 tahun. Menurut WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.1-3
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, adanya infeksi HIV, migrasi penduduk, pelayanan kesehatan yang tidak memadai serta meningkatnya kemiskinan.
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak.. Faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obatan intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat.
Faktor risiko infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius.
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu mengalami sakit TB. Faktor yang menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB antara lain usia. Anak usia kurang dari 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Faktor risiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompresi (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, DM).1,4-6
ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit.
Mycobacterium tuberculosis mengandung zat rganik dan anorganik. Protein (tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid (tuberculolipid) merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk tuberkel). Lipid bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman akan menyebabkan kuman menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman bersifat sebagai hapten yang dianggap berperan dalam merangsang tubuh untuk membentuk suatu kekebalan.3,4,6,8
PATOGENESIS 1-8
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar limfe paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, limfadenitis dan limfangitis.
Masa inkubasi TB berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan jangka waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai 103-104 yakni jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler.
Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yakni timbulnya respons positif terhdap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer tersebut, imunitas seluler tubuh terhdap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang baru masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer ini dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggal rongga di jaringan paru (cavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, dan bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal dan paru, terutama apeks paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal yaitu sedikitnya kuman dan sulitnya pengambilan spesimen atau sputum.
Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif dan foto paru yang mengarah pada TB merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah menderita TB.1-8
Manifestasi Klinis1,3,,4,6-8
Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman tergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sdangkan faktor pejamu tergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi.
Gejala umum atau nonspesifik pada TB anak adalah sebagai berikut :
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh berat badan tidak naik dengan adekuat
Demam lama (≥ 2 minggu) dan/ atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel.
Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan. Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat pada parenkim paru yang tidak mempunyai reseptor batuk. Gejala batuk kronik TB paru anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang.
Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
Manifestasi klinis yang spesifik tergantung pada organ yang terkena misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat, tulang dan kulit.1,4,7,8
Gejala spesifik sesuai dengan organ yang terkena adalah sebagai berikut
TB kelenjar (Secara klinis, kelenjar yang terkena biasanya multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan dan saling melekat)
TB otak dan saraf
Meningitis TB
Tuberkuloma otak
Gejala klinis biasanya berhubungan dengan gangguan sarak cranial, nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang.
TB tulang dan sendi
Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
Tulang panggul (koksitis) : pincang
Tulang lutut (gonitis) : pincang dan/ atau bengkak
Tulang kaki dan tangan
Spina ventosa (daktilis)
Dengan gejala berupa pembengkakan sendi, gibbus, pincang, sulit membungkuk dan lumpuh.
TB kulit : skrofuloderma
TB mata
TB organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
Pemeriksaan Penunjang1,4,5,7,8
Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB akan memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan.
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan penyuntikkan intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Yang diukur adalah indurasi yang timbul bukan hiperemi. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan oleh infeksi M.atipik dan BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini jika perlu diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian. Diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG pasien.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan berikut :
Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan keadaan berikut :
tidak ada infeksi TB
dalam masa inkubasi infeksi TB
anergi, yaitu keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Misalnya pada keadaan gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, penyakit campak, pertusis, varisela, influenza yang berat serta pemberian vaksin dengan vaksin virus hidup.
Radiologis1-4,6
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut :
Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral.
Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberculosis.
Penegakkan Diagnosis
Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnosis
Tabel Sistem Skoring diagnosis tuberculosis anak
Parameter | 0 | 1 | 2 | 3 |
Kontak TB | Tidak jelas | Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu | Kavitas (+) BTA tidak jelas | BTA (+) |
Uji tuberkulin | negatif | | | Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi |
Berat badan/keadaan gizi | | BB/TB <90%> | Klinis gizi buruk atau BB/TB <70%> | |
Demam tanpa sebab jelas | | ≥ 2 minggu | | |
Batuk | | ≥ 3 minggu | | |
Pembesaran kel.limfe kolli, aksila, inguinal | | ≥ 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri | | |
Pembengkakan tulang/sendi, panggul, lutut, tulang | | Ada pembengkakan | | |
Foto rontgen Thoraks | Normal/ tidak jelas | Infiltrat Pembesaran kelenjar Konsolidasi segmental/lobar atelektasis | Kalsifikasi + infiltrat Pembesaran kelenjar + infiltrat | |
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Bila dijumpai skrofuloderma langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang (moment opname.)
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku Puskesmas.
Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
Didiagnosis TB bila jumlah skor > 6, (skor maksimal 14) Cut off point ini masih bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang dilaksanakan.
PENATALAKSANAAN 1-8
Prinsip dasar pengobatan TB anak tidak berbeda dengan TB dewasa, tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian :
Susunan paduan obat TB anak adalah 2HRZ-4HR. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) dalam 2 bulan. Tahap lanjutan terdiri dari isoniazid (H) dan rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari.
Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari bukan 2 kali perminggu.
Dosis obat yang diberikan harus disesuaikan dengan BB anak. Diupayakan menggunakan obat tablet dengan dosis yang telah ada di pasaran.
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (Rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan.
Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka waktu yang sama.
Nama Obat | Dosis harian (mg/Kg BB/hari) | Dosis maksimal (mg per hari) | Efek samping |
Isoniazid | 5 – 15* | 300 | Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitis |
Rifampisin | 10 – 20 | 600 | Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan |
Pirazinamid | 15 – 30 | 2000 | Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal |
Etambutol | 15 – 20 | 1250 | Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal |
Streptomisin | 15 – 40 | 1000 | Ototoksik, nefrotoksik |
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg BB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin.
PENCEGAHAN 1,3-7
Pemberian vaksin BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang virulen. Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan oada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes tuberculin.
Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak tuberkulosis dan uji tuberculin masih negatif yang berarti masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan konversi uji tuberkulin tanpa kelainan radiologis paru.
KOMPLIKASI 3
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
TB milier
Meningitis TB
Efusi pleura
Pneumotoraks
Bronkiektasis
Atelektasis
PROGNOSIS 6
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional tuberculosis anak. Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2005.
Purdy K. Tuberculosis. In: Osborn, Dewitz, editors. Pediatrics. 1st ed. Philadelphia:Elsevier;2005. p.811-18.
Herchline T. Tuberculosis. [Online]. 2007 Jan 8 [cited 2007 Sept 10];[15 screens]. Available from: URL:http://www.eMedicine.com
BIKA FK UH RSUP dr.WSH Makassar. Diktat Anak : Pulmonologi. Makassar
Price SA. Tuberkulosis paru-paru. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: Penerbitan Buku Kedokteran EGC; hal. 753-63.
Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak FKUI;1985.
Mansjoer A. Pulmologi anak. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aeculapius;2000; hal.459.
Tuberkulosis. [Online]. [cited 2007 Sept 10];[5 screens]. Available from: URL:http://www.infeksi.com